Senin, 15 Desember 2008

Krisis Ekonomi


Kisah "Sepenggal Napas" Kesejahteraan Prajurit TNI



KOMPAS/WISNU DEWABRATA / Kompas Images
Mita, istri Prajurit Kepala Syahrono dari kesatuan Batalyon Kavaleri 1 Cijantung, Jakarta Timur, Kamis (4/12), mencatat barang belanjaannya di kasir Primkop Yonkav 1. Sejumlah barang kebutuhan harian bisa dibeli secara mencicil di koperasi itu.

wisnu dewabrata

Sekotak susu formula anak beralih dari tangan Mita, perempuan mungil berjilbab, istri Prajurit Kepala Syahroni dari kesatuan Batalyon Kavaleri 1 Cijantung, Jakarta Timur, ke tangan petugas kasir di toko kelontong milik Primer Koperasi Yonkav 1, Kamis (11/12).

Atas nama Praka Syahroni, Pak,” ujar Mita sambil menyebut sederet panjang nomor registrasi pegawai (NRP) suaminya. Hafal di luar kepala rupanya.

Petugas kasir lalu melayani. Di belakang Mita, sejumlah istri prajurit juga sabar mengantre.

Meja kasir dibagi dua. Untuk pembeli tunai dan untuk pembeli secara kredit ke koperasi. Seperti Mita, mereka yang berbelanja dengan cara mencicil di toko primer koperasi itu hanya perlu menyebut nama dan NRP suami mereka. Pembayaran dilakukan setiap akhir bulan. Caranya, ya dipotong gaji.

Selain praktis, menurut Mita, cara ini membantu keluarganya berhemat. Harga koperasi pasti lebih miring. ”Diusahakan jangan belanja yang enggak perlu biar hemat,” ujar Mita, ibu satu anak usia setahun itu.

Menurut Marhamah Murni Dewi, istri Komandan Yonkav I Letkol (Kav) Zulkifli, dirinya selalu berupaya mengingatkan para istri prajurit anak buah suaminya supaya berhati-hati membelanjakan uang.

”Biasanya gaji bulanan hanya cukup sampai tanggal 20-an. Kami di sini juga berusaha agar mereka tak terlibat utang dengan rentenir yang banyak menawarkan ini-itu,” ujar Dewi.

Setiap bulan rata-rata gaji bersih prajurit muda tingkat tamtama pas-pasan untuk ukuran Jakarta. Kisarannya Rp 2 jutaan. ”Kalau enggak percaya, silakan lihat sendiri slip gaji saya. Gaji sebulan Rp 2,4 juta dipotong bayar utang koperasi, cicilan pinjaman ke BRI, total Rp 1.659.100. Sisanya ya, tinggal segitu. Cukup enggak cukup harus dicukupkan. Paling tidak untuk susu anak, saya sisihkan Rp 300.000 per bulan,” ujar Prajurit Kepala Wiyadi.

Ia mencoba bertahan. Bersama istrinya, ia membuat warung jajan di rumah dinasnya. Rokok atau mi rebus disediakan.

Ia tidak tahu harus meminjam atau bergantung ke mana lagi jika tidak ada pinjaman dari koperasi kesatuannya. ”Apalagi buat kebutuhan pokok harian, seperti beras, gula, susu, dan minyak goreng. Masak iya untuk yang kayak gitu mau pinjam dari bank? Buat saya koperasi seolah sudah jadi separuh napas keluarga saya,” ujar Wiyadi.

Nasib lebih kurang serupa juga dialami Pembantu Letnan Dua Herry Suprapto, yang bahkan sudah mengabdi sejak 29 tahun lalu. Untuk Desember ini, Herry yang bertugas di Detasemen Markas Kostrad, Jakarta, hanya menerima gaji Rp 1,8 juta dari total Rp 3,2 juta gaji yang seharusnya ia dapat.

”Gajinya banyak dipotong untuk bayar tabungan wajib, cicilan koperasi, dan BRI. Total sampai Rp 1,4 juta. Belum lagi kebutuhan harian dan bayar anak sekolah dan kuliah. Walau cuma prajurit, saya juga ingin anak-anak saya sekolah tinggi,” ujar Herry, bapak tiga putra itu.

Herry bahkan terpaksa menjual satu-satunya sepeda motor kesayangannya untuk membayar biaya semester putra pertamanya yang masih kuliah. Ia mengaku sempat ”pontang-panting” mencari pinjaman, termasuk meminta tambahan utang ke Primkop Denma Kostrad.

Belum lagi biaya sekolah dua putra lainnya di tingkat SMP dan SD. Prajurit itu mengaku sangat kecewa dengan kebijakan universitas tempat putra pertamanya kuliah. Universitas itu tidak memberikan keringanan proses pembayaran uang kuliah.

Simpan pinjam

Unit usaha simpan pinjam menjadi satu bentuk unit usaha yang diselenggarakan di primkop tingkat satuan. Koperasi ini menjadi favorit prajurit mencari pinjaman berbunga ringan.

Mereka dibolehkan meminjam sejumlah dana, yang dapat dikembalikan secara mencicil hingga 10 kali. Besaran plafon pinjaman beragam, antara Rp 1 juta dan Rp 5 juta saja.

”Kalau keadaan darurat, bisa saja plafon pinjaman itu ditambah atau yang bersangkutan dibolehkan pinjam lagi walau utang sebelumnya belum lunas betul,” ujar Ketua Primkop Denma Kostrad Pembantu Letnan Dua Zaenuri. Sudah 15 tahun dia mengelola koperasi.

Hal serupa dilakukan di Primkop Yonkav 1 Cijantung dan Denma Brigade Infanteri 1/Jaya Sakti Pengamanan Ibu Kota, yang didatangi Kompas beberapa waktu lalu.

Menurut data Tim Nasional Pengambilalihan Bisnis TNI, tercatat total 1.261 primkop tersebar di seluruh tingkat kesatuan yang ada di ketiga matra angkatan dan Markas Besar TNI.

Dalam rekomendasinya, primkop termasuk dalam salah satu bentuk aktivitas bisnis yang akan ditertibkan dan diambil alih pemerintah sesuai amanat Pasal 76 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Pasal itu melarang TNI ataupun prajurit TNI berbisnis.

Mengingat masih minimnya kemampuan pemerintah dalam mengalokasikan anggaran untuk kesejahteraan prajurit TNI, sejumlah kalangan menolak langkah penghapusan keberadaan primkop maupun fungsi penyediaan kebutuhan pokok dan dana simpan pinjam. Seolah buah simalakama bagi pemerintah untuk menjalankan amanat UU TNI mengambil alih semua bisnis di lingkungan militer. Keberadaan primkop di tingkat kesatuan sangat meringankan beban kebutuhan harian para prajurit TNI dan keluarga mereka.

Janganlah dilupakan para prajurit itu. Sudah lama mereka menjalani hidup ”prajurit” alias ”patuh, rajin, jujur, dan irit”.

Tidak ada komentar: