Minggu, 14 Desember 2008

Dampak Krisis Akan Muncul Tahun 2009


Palembang, Kompas - Dampak krisis keuangan global bakal muncul pada tahun 2009 jika pemerintah tidak melakukan antisipasi sejak sekarang. Bahkan, krisis yang menimpa Indonesia tahun 2009 akan lebih berat dibandingkan dengan krisis ekonomi di Asia tahun 1998.

Demikian dikatakan Ketua Dewan Perwakilan Daerah Ginandjar Kartasasmita dalam Silaturahmi Kerja Nasional Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia, Sabtu (13/12) di Palembang, Sumatera Selatan.

Ginandjar mengungkapkan, tahun 2009 Indonesia bisa mengalami dua krisis sekaligus, yaitu krisis ekonomi dan politik, seperti tahun 1998. Pada tahun 2009 akan dilaksanakan pemilu dan tidak ada yang menjamin bahwa stabilitas politik akan lebih baik.

Krisis keuangan global sekarang menimpa negara yang sering memberikan bantuan ekonomi kepada Indonesia, seperti Jepang. Hal itu akan mempersulit Indonesia keluar dari krisis. Pendorong perekonomian Indonesia, yaitu pasar ekspor, seperti minyak sawit mentah (CPO), minyak, gas, dan tekstil pun sudah lesu. ”Penyembuhan dari krisis ekonomi global lebih sulit dibandingkan penyembuhan dari krisis 1998 karena tidak ada lagi faktor eksternal yang membantu Indonesia,” kata Ginandjar.

Oleh sebab itu, kata Ginandjar, jangan sampai pada 2009 terjadi krisis ekonomi sekaligus krisis politik. Pemerintah harus segera mengatasi krisis ekonomi. Pernyataan optimisme pemerintah bahwa Indonesia dapat keluar dari krisis sudah tepat karena negara memang berperan untuk menenangkan situasi.

Upaya menghindar dari dampak krisis global adalah mengurangi ketergantungan pada ekspor dan lebih memperkuat pasar dalam negeri. Pasar dalam negeri harus diamankan untuk mengompensasi hilangnya pasar ekspor. Pemerintah juga perlu memperketat pengawasan di perbatasan karena Indonesia akan dibanjiri barang impor yang legal maupun ilegal, terutama dari China. Hal itu terjadi karena pasar ekspor China ke AS sedang lesu sehingga China pasti mengalihkan ekspornya ke Indonesia.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie mengatakan, kebijakan ekonomi harus tunduk pada kesepakatan bersama berdasarkan kontrak sosial atau konstitusi. Kebijakan ekonomi tak bisa berjalan sendiri. ”Bangsa Indonesia jangan sampai menjadi bangsa pragmatis yang mengikuti orang lain. Kita harus mencari sistem ekonomi yang lebih tepat,” kata Jimly. (WAD)

Tidak ada komentar: