Rabu, 26 Agustus 2009

KOMPAS cetak - 8 Juta Wajib Pajak Baru Berpenghasilan Rendah

KOMPAS cetak - 8 Juta Wajib Pajak Baru Berpenghasilan Rendah: "8 Juta Wajib Pajak Baru Berpenghasilan Rendah

Rabu, 26 Agustus 2009 | 04:29 WIB

Jakarta, Kompas - Penambahan 9 juta wajib pajak dalam setahun terakhir tak mendorong penambahan nilai penerimaan negara dari pajak. Ini karena 8 juta dari wajib pajak baru adalah karyawan berpenghasilan rendah, sisanya adalah pelaku usaha kecil dan menengah.

Direktur Jenderal Pajak Tjiptardjo menyampaikan hal itu dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Paskah Suzetta, Penjabat Sementara Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution, dan Kepala Badan Pusat Statistik Rusman Heriawan di Jakarta, Senin (24/8)."

KOMPAS cetak - Belanja Disinyalir Bocor

KOMPAS cetak - Belanja Disinyalir Bocor: "Belanja Disinyalir Bocor
Depkeu dan Bappenas Perlu Investigasi

Rabu, 26 Agustus 2009 | 04:25 WIB

Jakarta, Kompas - Anggaran belanja negara yang dialokasikan dalam APBN disinyalir mengalami kebocoran sehingga fungsi APBN untuk mendorong pertumbuhan dan memeratakan perekonomian tidak berjalan efektif."

KOMPAS cetak - Pemerintah Lebih Asyik pada Proyek

KOMPAS cetak - Pemerintah Lebih Asyik pada Proyek: "Pemerintah Lebih Asyik pada Proyek

Rabu, 26 Agustus 2009 | 03:10 WIB

Jakarta, Kompas - Kegagalan Indonesia mengurangi ketergantungan impor pangan disebabkan minimnya kebijakan di sektor pertanian yang langsung menyentuh pokok persoalan. Departemen teknis yang terkait pembangunan sektor pertanian asyik pada proyek dan tidak sungguh-sungguh mewujudkan gagasan kebangsaan."

Selasa, 25 Agustus 2009

KOMPAS cetak - Margin Profit Terlalu Tinggi

KOMPAS cetak - Margin Profit Terlalu Tinggi: "Margin Profit Terlalu Tinggi
Laba Bersih Bank Naik 27 Persen Per Juni 2009

Senin, 24 Agustus 2009 | 03:24 WIB

Jakarta, Kompas - Margin profit perbankan di Indonesia saat ini salah satu yang tertinggi di dunia. Margin profit harus ditekan bertahap agar bunga kredit bisa ditekan sehingga tidak terlalu memberatkan dunia usaha.

Saat ini rata-rata margin profit perbankan mencapai 42,5 persen dari harga kredit yang ditawarkan perbankan. Tingginya margin profit ini menjadi salah satu alasan investor asing marak menanamkan investasinya di sektor perbankan nasional."

KOMPAS cetak - RI Terjebak Impor Pangan

KOMPAS cetak - RI Terjebak Impor Pangan: "RI Terjebak Impor Pangan
Garam Pun Diimpor Senilai Rp 900 Miliar

Senin, 24 Agustus 2009 | 03:10 WIB

Jakarta, Kompas - Kebijakan pembangunan ekonomi nasional yang bias industri mengabaikan pengembangan potensi pangan lokal dan pemenuhan kebutuhan pangan warga. Akibatnya, Indonesia kian terjebak dalam arus impor pangan. Lebih dari 5 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 50 triliun lebih devisa setiap tahun terkuras untuk mengimpor pangan."

Sabtu, 22 Agustus 2009

KOMPAS cetak - Baru 37 KPPN Bebas Suap

KOMPAS cetak - Baru 37 KPPN Bebas Suap: "Baru 37 KPPN Bebas Suap
Ketidaksiapan Proyek Perlambat Realisasi Stimulus Proyek

Sabtu, 22 Agustus 2009 | 03:13 WIB

Jakarta, Kompas - Departemen Keuangan mengakui, saat ini baru 37 kantor atau 20,7 persen dari 178 Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara atau KPPN yang diyakini bebas dari suap-menyuap. Ke-37 KPPN itu adalah kantor percontohan yang semua pegawainya hasil perekrutan baru.

”Saat membentuk KPPN Percontohan, kami melakukan seleksi. Pegawai yang sejak awal ada di kantor itu sebagian besar gagal lolos seleksi sehingga hampir semua pegawai di kantor percontohan adalah baru. Dari rata-rata 150 pegawai di satu KPPN, tinggal 50 pegawai di KPPN Percontohan,” ungkap Direktur Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan Herry Purnomo di Jakarta, Jumat (21/8)."

KOMPAS cetak - Pertumbuhan China Tidak Dapat Serap Penganggur

KOMPAS cetak - Pertumbuhan China Tidak Dapat Serap Penganggur: "Pertumbuhan China Tidak Dapat Serap Penganggur

Sabtu, 22 Agustus 2009 | 03:28 WIB

Beijing, Jumat - Setengah dari 24 juta orang China yang secara resmi dinyatakan sebagai penganggur mungkin tidak dapat menemukan pekerjaan dalam tahun ini, bahkan walau negara raksasa itu dapat mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen. Demikian dinyatakan Kementerian Tenaga Kerja di Beijing, Jumat (21/8).

Perkiraan yang diungkapkan kementerian itu tidak memperhitungkan jutaan mahasiswa yang baru lulus dari perguruan tinggi dan pekerja migran. Berarti, angka pengangguran yang sebenarnya lebih tinggi lagi.

”Kalaupun perekonomian kita bertumbuh hingga 8 persen, hanya dapat menyediakan lapangan kerja bagi 12 juta orang,” ujar Yin Weimin, Menteri Sumber Daya Manusia dan Jaminan Sosial."

KOMPAS cetak - Tekan Margin Profit

KOMPAS cetak - Tekan Margin Profit: "Tekan Margin Profit
Bunga Deposito Maksimal 8 Persen

Sabtu, 22 Agustus 2009 | 03:58 WIB

Jakarta, Kompas - Upaya menurunkan suku bunga kredit seyogianya tidak hanya berhenti pada kesepakatan perbankan menurunkan biaya dana. Langkah yang perlu dilakukan selanjutnya adalah kesepakatan menurunkan margin profit, yang kini masih teramat tinggi.

Ekonom Tony Prasetiantono Jumat (21/8) di Jakarta menjelaskan, suku bunga kredit tidak akan turun signifikan jika perbankan tetap mempertahankan margin keuntungan yang tinggi."

KOMPAS cetak - Hingga 14 Agustus, Anggaran Defisit Rp 7,087 Triliun

KOMPAS cetak - Hingga 14 Agustus, Anggaran Defisit Rp 7,087 Triliun: "Hingga 14 Agustus, Anggaran Defisit Rp 7,087 Triliun

Sabtu, 22 Agustus 2009 | 03:58 WIB

Jakarta, Kompas - Realisasi penerimaan negara hingga Agustus 2009 lebih kecil dibanding belanja negara. Akibatnya, terjadi defisit anggaran sebanyak Rp 7,087 triliun.

”Realisasi penerimaan negara dan hibah hingga 14 Agustus 2009 mencapai Rp 468,23 triliun atau 55,18 persen dari target, sementara realisasi belanja negara sudah Rp 475,324 triliun atau 48,11 persen dari target sehingga terjadi defisit Rp 7,087 triliun,” ujar Dirjen Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan Herry Purnomo, Jumat (21/8) di Jakarta."

Rabu, 19 Agustus 2009

KOMPAS.com - Korsel Nikmati Surplus Transaksi Berjalan

KOMPAS.com - Korsel Nikmati Surplus Transaksi Berjalan: "Korsel Nikmati Surplus Transaksi Berjalan"

KOMPAS.com - Transaksi Berjalan RI Surplus 3,1 Miliar Dollar AS

KOMPAS.com - Transaksi Berjalan RI Surplus 3,1 Miliar Dollar AS: "Transaksi Berjalan RI Surplus 3,1 Miliar Dollar AS"

KOMPAS.com - Kredit Perbankan Diperkirakan Tumbuh 20 Persen

KOMPAS.com - Kredit Perbankan Diperkirakan Tumbuh 20 Persen: "Kredit Perbankan Diperkirakan Tumbuh 20 Persen"

KOMPAS.com - Neraca Perdagangan Indonesia Paling Unggul di ASEAN

KOMPAS.com - Neraca Perdagangan Indonesia Paling Unggul di ASEAN: "Neraca Perdagangan Indonesia Paling Unggul di ASEAN"

KOMPAS.com - Awas, IMF Bakal Menambah Modal dan Cadangan Devisa

KOMPAS.com - Awas, IMF Bakal Menambah Modal dan Cadangan Devisa: "Awas, IMF Bakal Menambah Modal dan Cadangan Devisa"

KOMPAS.com - Indonesia Tuan Rumah Pertemuan Ekonomi Syariah Asia Tenggara

KOMPAS.com - Indonesia Tuan Rumah Pertemuan Ekonomi Syariah Asia Tenggara: "Indonesia Tuan Rumah Pertemuan Ekonomi Syariah Asia Tenggara"

KOMPAS.com - Hermawan : Boediono Siap Majukan Ekonomi Syariah

KOMPAS.com - Hermawan : Boediono Siap Majukan Ekonomi Syariah: "Hermawan : Boediono Siap Majukan Ekonomi Syariah"

KOMPAS.com - JK Janji Tingkatkan Ekonomi Umat Islam Lewat Ekonomi Syariah

KOMPAS.com - JK Janji Tingkatkan Ekonomi Umat Islam Lewat Ekonomi Syariah: "JK Janji Tingkatkan Ekonomi Umat Islam Lewat Ekonomi Syariah"

KOMPAS.com - Ekonomi Syariah Solusi Jitu Rakyat

KOMPAS.com - Ekonomi Syariah Solusi Jitu Rakyat: "Ekonomi Syariah Solusi Jitu Rakyat"

KOMPAS.com - Menkeu: Pertumbuhan Ekonomi 2010 Lebih Baik

KOMPAS.com - Menkeu: Pertumbuhan Ekonomi 2010 Lebih Baik: "Menkeu: Pertumbuhan Ekonomi 2010 Lebih Baik"

KOMPAS.com - Ekonomi Indonesia, Menkeu Optimistis

KOMPAS.com - Ekonomi Indonesia, Menkeu Optimistis: "Ekonomi Indonesia, Menkeu Optimistis"

Selasa, 18 Agustus 2009

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/xml/2009/08/17/20093910/saham.dan.minyak.dunia.bertumbangan

Minggu, 16 Agustus 2009

KOMPAS cetak - Memanggungkan Batik di Negeri Obama

KOMPAS cetak - Memanggungkan Batik di Negeri Obama: "Memanggungkan Batik di Negeri Obama"

KOMPAS cetak - Kesenjangan, Persoalan Utama Indonesia

KOMPAS cetak - Kesenjangan, Persoalan Utama Indonesia: "Kesenjangan, Persoalan Utama Indonesia"

Republika Online

Republika Online: "Mengantisipasi Arus Modal Keluar"

rakyatmerdeka.co.id - JK Tak Gunakan Wewenang

rakyatmerdeka.co.id - JK Tak Gunakan Wewenang: "JK Tak Gunakan Wewenang"

detikNews : situs warta era digital | Gulaku Manis, Gulaku Getir, Konsumen 'Nyengir'

detikNews : situs warta era digital | Gulaku Manis, Gulaku Getir, Konsumen 'Nyengir': "Gulaku Manis, Gulaku Getir, Konsumen 'Nyengir'"

detikNews : situs warta era digital | Kasus Aora TV, Penganiayaan Hak Publik oleh Negara

detikNews : situs warta era digital | Kasus Aora TV, Penganiayaan Hak Publik oleh Negara: "Catatan Agus Pambagio
Kasus Aora TV, Penganiayaan Hak Publik oleh Negara"

detikNews : situs warta era digital | Dari Bengkel ke Televisi Berlangganan, Kok Bisa Ya? (Kasus AoraTV)

detikNews : situs warta era digital | Dari Bengkel ke Televisi Berlangganan, Kok Bisa Ya? (Kasus AoraTV): "Catatan Agus Pambagio
Dari Bengkel ke Televisi Berlangganan, Kok Bisa Ya? (Kasus AoraTV)"

detikNews : situs warta era digital | Membela Rakyat yang Mana?

detikNews : situs warta era digital | Membela Rakyat yang Mana?: "Membela Rakyat yang Mana?"

detikNews : situs warta era digital | Pengelolaan SDA dan Biaya Politik di Daerah

detikNews : situs warta era digital | Pengelolaan SDA dan Biaya Politik di Daerah: "Pengelolaan SDA dan Biaya Politik di Daerah"

detikNews : situs warta era digital | Harga BBM Turun, Jalanan Tetap Macet, Apa Untungnya?

detikNews : situs warta era digital | Harga BBM Turun, Jalanan Tetap Macet, Apa Untungnya?: "Catatan Agus Pambagio
Harga BBM Turun, Jalanan Tetap Macet, Apa Untungnya?"

detikNews : situs warta era digital | Pat Gulipat Regulator Penerbangan dengan Maskapai

detikNews : situs warta era digital | Pat Gulipat Regulator Penerbangan dengan Maskapai: "Catatan Agus Pambagio
Pat Gulipat Regulator Penerbangan dengan Maskapai"

detikNews : situs warta era digital | Selamatkan Aset Negara Sektor Perkeretaapian

detikNews : situs warta era digital | Selamatkan Aset Negara Sektor Perkeretaapian: "Catatan Agus Pambagio
Selamatkan Aset Negara Sektor Perkeretaapian"

detikNews : situs warta era digital | Garuda Indonesia Sudah Untung atau Masih Buntung?

detikNews : situs warta era digital | Garuda Indonesia Sudah Untung atau Masih Buntung?: "Catatan Agus Pambagio
Garuda Indonesia Sudah Untung atau Masih Buntung?"

Sabtu, 15 Agustus 2009

115 Caleg Desak KPU Jalankan Putusan MA - pemilu.okezone.com

115 Caleg Desak KPU Jalankan Putusan MA - pemilu.okezone.com: "115 Caleg Desak KPU Jalankan Putusan MA"

berita pemilu indonesia - pemilu.okezone.com

berita pemilu indonesia - pemilu.okezone.com: "SBY Kendalikan Arah Kekuatan Parpol Koalisi"

rakyatmerdeka.co.id - Bintang untuk Muhaimin Disiapkan Sejak Tahun Lalu

rakyatmerdeka.co.id - Bintang untuk Muhaimin Disiapkan Sejak Tahun Lalu: "Bintang untuk Muhaimin Disiapkan Sejak Tahun Lalu"

berita bisnis dan ekonomi terpercaya - economy.okezone.com

berita bisnis dan ekonomi terpercaya - economy.okezone.com: "* Awas, Harga Minyak di 2010 Bisa Tembus USD90"

berita bisnis dan ekonomi terpercaya - economy.okezone.com

berita bisnis dan ekonomi terpercaya - economy.okezone.com: "Rombongan Hipmi Sudah Hilang 5 Bulan"

berita bisnis dan ekonomi terpercaya - economy.okezone.com

berita bisnis dan ekonomi terpercaya - economy.okezone.com: "Prinsip Bagi Hasil yang Menguntungkan"

Di Antara Belitan Utang dan Kebijakan Populis - economy.okezone.com

Di Antara Belitan Utang dan Kebijakan Populis - economy.okezone.com: "Di Antara Belitan Utang dan Kebijakan Populis"

berita bisnis dan ekonomi terpercaya - economy.okezone.com

berita bisnis dan ekonomi terpercaya - economy.okezone.com: "Menanti Demokrasi Ekonomi"

berita bisnis dan ekonomi terpercaya - economy.okezone.com

berita bisnis dan ekonomi terpercaya - economy.okezone.com: "Bagaimana Mencegah Pendanaan Terorisme?"

berita bisnis dan ekonomi terpercaya - economy.okezone.com

berita bisnis dan ekonomi terpercaya - economy.okezone.com: "Kejar Penyerapan Naker, Ekonomi RI Harus di Atas 5%"

berita bisnis dan ekonomi terpercaya - economy.okezone.com

berita bisnis dan ekonomi terpercaya - economy.okezone.com

Mabes Polri Turun Tangan Cari Pengusaha Hilang di Papua - economy.okezone.com

Mabes Polri Turun Tangan Cari Pengusaha Hilang di Papua - economy.okezone.com: "Mabes Polri Turun Tangan Cari Pengusaha Hilang di Papua"

Ada yang Janggal dari Hilangnya Rombongan Hipmi - economy.okezone.com

Ada yang Janggal dari Hilangnya Rombongan Hipmi - economy.okezone.com: "Ada yang Janggal dari Hilangnya Rombongan Hipmi"

Sistem Ekonomi Konvensional Tak Sejahterakan Masyarakat - economy.okezone.com

Sistem Ekonomi Konvensional Tak Sejahterakan Masyarakat - economy.okezone.com: "Sistem Ekonomi Konvensional Tak Sejahterakan Masyarakat"

Republika Online - Wajah RAPBN 2010

Republika Online - Wajah RAPBN 2010: "Wajah RAPBN 2010"

KOMPAS cetak - Kontradiksi Perekonomian Kita

KOMPAS cetak - Kontradiksi Perekonomian Kita: "Kontradiksi Perekonomian Kita"

KOMPAS cetak - Muncul Permainan "Online" Terkait Krisis

KOMPAS cetak - Muncul Permainan "Online" Terkait Krisis: "Muncul Permainan 'Online' Terkait Krisis"

KOMPAS cetak - BI Hati-hati soal Pengaturan Bunga

KOMPAS cetak - BI Hati-hati soal Pengaturan Bunga: "BI Hati-hati soal Pengaturan Bunga"

Senin, 10 Agustus 2009

Retribusi Daerah Dibatasi 30 Jenis Pemerintah Pusat Bisa Intervensi

Senin, 10 Agustus 2009 | 04:15 WIB

Jakarta, Kompas - Hanya 30 jenis retribusi yang boleh dipungut oleh pemerintah daerah. Jenis retribusi yang tidak sesuai dengan daftar pada Rancangan Undang-Undang Pajak dan Retribusi Daerah wajib dihapus. Ketentuan ini ditetapkan agar iklim investasi dapat berkembang.

Menurut Ketua Panitia Khusus RUU PDRD Harry Azhar Azis di Jakarta, akhir pekan lalu, semua fraksi di DPR menyetujui Rancangan Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (RUU PDRD) dilaporkan ke sidang paripurna DPR dan disahkan sebagai UU.

Selain menetapkan hanya 30 jenis retribusi, RUU tersebut juga menetapkan hanya 5 jenis pajak yang bisa diberlakukan di tingkat provinsi, serta 11 pajak di tingkat kabupaten atau kota.

RUU PDRD membagi obyek retribusi menjadi tiga kelompok, yaitu jasa umum, jasa usaha, dan perizinan tertentu.

Retribusi atas jasa umum ada 14 jenis, yaitu retribusi pelayanan kesehatan; pelayanan persampahan atau kebersihan; penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk; pengurusan akta catatan sipil; pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat; serta retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum.

Selain itu, ada juga retribusi untuk pelayanan pasar; pengujian kendaraan bermotor; pemeriksaan alat pemadam kebakaran; penggantian biaya cetak peta; penyediaan dan atau penyedotan kakus; pengolahan limbah cair; pelayanan tera atau tera ulang; pelayanan pendidikan; serta retribusi pengendalian menara telekomunikasi.

Adapun retribusi untuk jasa usaha ada 11 jenis, yaitu retribusi pemakaian kekayaan daerah, retribusi pasar grosir dan atau pertokoan; tempat pelelangan; terminal; tempat khusus parkir; retribusi penginapan, pesanggrahan atau vila.

Ada pula retribusi rumah potong hewan; pelayanan kepelabuhanan; tempat rekreasi dan olahraga; penyeberangan di air; serta retribusi penjualan produksi usaha daerah.

Perizinan tertentu ada lima jenis retribusi, yaitu retribusi izin mendirikan bangunan; izin tempat penjualan minuman beralkohol; izin gangguan; izin trayek; dan retribusi izin usaha perikanan. ”Dengan batasan itu, tidak ada lagi retribusi di luar 30 jenis. Sistem yang berlaku close list (daftar tertutup),” kata Harry.

Ketua Komite Tetap Perdagangan Dalam Negeri Kadin Indonesia Bambang Soesatyo mengingatkan agar kebijakan perpajakan daerah tidak mereduksi daya beli masyarakat.

Beberapa pajak daerah yang ada di RUU PDRD bisa menekan daya beli dan pertumbuhan konsumsi masyarakat. ”Contoh, pembebanan maksimal tarif pajak hiburan hingga 75 persen dan pajak progresif kendaraan bermotor. Itu secara tidak langsung menahan masyarakat kelas menengah atas membelanjakan pendapatannya,” ujar Bambang.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan Anggito Abimanyu menegaskan, pemerintah pusat bisa mengintervensi besaran tarif pajak daerah pada jenis Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. Intervensi dilakukan jika harga jual minyak mentah Indonesia (ICP) melonjak 30 persen, dari asumsi yang ditetapkan dalam APBN.

Jika ICP bertambah mahal 30 persen, pemerintah bisa menerbitkan peraturan presiden yang membatalkan seluruh tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor yang ditetapkan pemerintah provinsi. Hal itu karena

setiap kenaikan ICP akan menambah dana bagi hasil yang diterima daerah. Dalam RUU PDRD, tarif pajak bahan bakar kendaraan maksimal 10 persen pada kendaraan pribadi dan 5 persen untuk angkutan umum. (OIN)

Antiklimaks RAPBN 2010


Senin, 10 Agustus 2009 | 02:59 WIB

FAISAL BASRI

Perekonomian dunia mulai sedikit berseri. Pada triwulan kedua 2009, perekonomian Amerika Serikat hanya mengalami kontraksi sebesar 1 persen, jauh lebih baik daripada triwulan sebelumnya yang menyusut 6,4 persen.

Angka pengangguran pada bulan Juli turun untuk pertama kali sejak krisis keuangan meledak pada Desember 2007 menjadi 9,4 persen dari 9,5 persen pada bulan Juni.

Ekspor Jerman mulai tumbuh positif 7 persen pada bulan Juli lalu. Perekonomian China pada triwulan kedua tumbuh 7,9 persen, lebih tinggi dari perkiraan.

Koreksi ke atas sejumlah indikator ekonomi di sejumlah negara menumbuhkan keyakinan baru bahwa perekonomian dunia akan tumbuh lebih tinggi tahun depan.

Versi terakhir Dana Moneter Internasional (IMF) yang dikeluarkan bulan lalu menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi dunia tahun depan sebesar 2,5 persen, naik 0,6 persen dibandingkan dengan perkiraan yang dikeluarkan bulan April.

Serangkaian indikator ekonomi Indonesia pun menunjukkan kecenderungan yang sama. Ekspor bulan Juni naik, walau hanya 1,32 persen, dibandingkan dengan ekspor bulan Mei. Indeks produksi industri manufaktur besar dan sedang sudah kembali tumbuh positif pada triwulan kedua 2009, setelah dua triwulan berturut-turut sebelumnya berada pada zona negatif.

Konsumsi semen dalam empat bulan terakhir juga terus menunjukkan akselerasi. Penjualan otomotif dan sepeda motor pun merangkak naik.

Arus masuk wisatawan mancanegara juga tetap mencatatkan pertumbuhan positif. Demikian pula dengan wisatawan domestik. Perkembangan positif ini mendongkrak tingkat hunian hotel hampir 5 persen, dari 47,8 persen pada bulan Mei menjadi 52,6 persen pada bulan Juni.

Memang, masih ada beberapa indikator yang terus melemah. Volume angkutan barang dalam negeri lewat laut, misalnya, pada bulan Juni turun dibandingkan Mei 2009.

Perbaikan indikator-indikator sektor riil beriringan dengan penguatan indikator makroekonomi jangka pendek. Laju inflasi (year-on year) selama 10 bulan turun tanpa jeda hingga mencapai tingkat terendah 2,7 persen pada bulan Juli—suatu pencapaian yang cukup menakjubkan selama sejarah perjalanan kita pascakemerdekaan.

Dengan tingkat inflasi yang rendah, Bank Indonesia secara konsisten melanjutkan penurunan suku bunga acuan (BI Rate) yang sudah berlangsung selama 11 bulan berturut-turut menuju 6,5 persen pada bulan Agustus ini.

Koordinasi yang lebih baik antara Bank Indonesia dan Departemen Keuangan diharapkan bisa lebih cepat menurunkan suku bunga pinjaman.

Penanaman modal asing

Nilai tukar rupiah cenderung mengalami penguatan hingga di bawah Rp 10.000 per dollar AS. Penguatan rupiah diharapkan bisa berkelanjutan seandainya kita bisa memanfaatkan peluang dari kecenderungan penanaman modal asing langsung yang akan lebih banyak mengalir ke negara-negara yang skala pasar domestiknya relatif besar seperti Indonesia.

Bertolak dari kecenderungan itu, agaknya cukup beralasan untuk menyambut tahun 2010 dengan lebih optimistis. Apalagi mengingat pemenang pemilihan umum presiden adalah calon yang masih menjabat, dan satu putaran pula, sehingga memiliki keleluasaan untuk mempersiapkan segala sesuatunya dengan lebih baik menyongsong era baru.

Pemerintahan baru secara de facto sudah terbentuk sehingga tidak membutuhkan masa transisi. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) bisa segera dirampungkan, tidak seperti pengalaman periode sebelumnya, yakni RPJM baru disahkan setahun setelah pelantikan kabinet.

Target pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen untuk tahun depan sebagaimana tercantum di dalam RAPBN 2010 tampaknya kurang sejalan dengan geliat optimisme yang sedang merekah.

Selain itu, pertumbuhan 5 persen adalah awal yang kurang meyakinkan untuk mewujudkan janji kampanye Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono yang mematok target pertumbuhan rata-rata 7 persen selama periode 2010-2014.

Nisbah pajak (tax ratio) yang hanya naik tipis dari 12 persen tahun 2009 menjadi 12,1 persen pada tahun 2010 kurang mencerminkan klaim pemerintah atas keberhasilan reformasi pajak dan tekad untuk bekerja lebih keras.

Selain itu, asumsi nilai tukar rupiah yang dipatok Rp 10.000 per dollar AS tak sejalan dengan optimisme yang belakangan ini didengungkan oleh Menteri Keuangan dan petinggi Bank Indonesia.

Jika pemerintah memandang bahwa tahun 2010 masih merupakan masa transisi dan konsolidasi mengingat imbas krisis global masih belum akan sirna, mengapa defisit APBN justru diturunkan dengan cukup drastis, dari 2,5 persen produk domestik bruto (PDB) pada tahun anggaran berjalan menjadi hanya 1,6 persen PDB untuk tahun anggaran mendatang?

Bukankah masih diperlukan ekspansi anggaran untuk mengimbangi penurunan laju konsumsi masyarakat yang sudah hampir pasti terjadi mengingat tak ada lagi stimulus dan subsidi seperti bantuan langsung tunai (BLT) maupun doping yang mengalir dari padatnya agenda politik?

Sebaliknya, masyarakat harus bersiap-siap menghadapi tekanan daya beli akibat kenaikan harga-harga barang dan jasa karena selama dua tahun terakhir terkesan kuat sangat dikendalikan untuk menjaga popularitas pemerintah menghadapi pemilu lalu.

Sangat boleh jadi asumsi-asumsi RAPBN 2010 yang terkesan konservatif disebabkan oleh bayang-bayang pertumbuhan ekonomi pada triwulan kedua yang melemah.

Menurut prognosis pemerintah, pertumbuhan ekonomi triwulan kedua akan merosot di bawah 4 persen, lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 4,4 persen.

Namun, masih cukup waktu untuk membalikkan kecenderungan pada semester kedua. Jika tidak banyak gangguan baru dan perbaikan ekonomi global terus berlanjut, tak tertutup kemungkinan pertumbuhan ekonomi tahun ini justru mendekati 5 persen sehingga optimisme kita semakin besar untuk memasuki tahun 2010.

Ada baiknya anggota DPR menorehkan tinta emas pada akhir masa jabatannya untuk menghasilkan APBN 2010 yang lebih optimistis ketimbang rancangan pemerintah. Sepantasnya pemerintah baru nanti diberikan pekerjaan rumah yang lebih banyak dan terukur.

Jumat, 07 Agustus 2009

Arah Reformasi Birokrasi


Kamis, 6 Agustus 2009 | 03:19 WIB

Oleh Meuthia Ganie-Rochman

Sebagian besar ahli dan praktisi pembangunan Indonesia tampaknya sepakat, reformasi birokrasi merupakan hal pokok untuk memperbaiki kesejahteraan.

Masalahnya, bagaimana menghasilkan birokrasi yang kompeten, baik untuk pertumbuhan ekonomi maupun pelayanan penyediaan? Prinsip apa yang harus diambil, mulai dari mana?

Perbaikan birokrasi tidak hanya upaya mencari sistem yang efisien. Upaya ini harus dilihat dalam konteks strategi pembangunan, dengan masalah tarikan ekonomi politik. Reformasi birokrasi selalu harus memperhitungkan ketersediaan sumber daya untuk melakukannya.

Dalam pembaruan birokrasi, kekuatan politik amat menentukan, terlebih pada negara-negara demokrasi baru seperti Indonesia. Maka, keliru hanya memakai resep teknokratis yang sering hanya mengagungkan prinsip rasionalitas dan efisiensi, bahkan plus demokrasi seperti dalam prinsip good governance.

Contoh dari Taiwan-Korea

Bagian berikut adalah pelajaran amat berharga yang diambil dari pembaruan birokrasi di Taiwan dan Korea yang mengantarkan pada kemajuan ekonomi, lalu pada konsolidasi demokrasi.

Pelajaran pertama, reformasi birokrasi merupakan proyek politik yang serius. Kebobrokan birokrasi ditandai eksploitasi birokrasi oleh kelompok dan organisasi politik, ketertutupan pengelolaan sumber daya, perekrutan, pelaksanaan kerja, dan promosi yang tak terlalu didasarkan pada kinerja. Secara keseluruhan, akibatnya, birokrasi kehilangan orientasinya sebagai organisasi masyarakat paling penting untuk pembangunan. Reformasi birokrasi Taiwan merupakan proyek politik AS yang berkepentingan mencegah penguatan komunisme. Pemerintah AS memfasilitasi pengiriman studi ke AS bukan hanya untuk rencana pembangunan, tetapi juga pemimpin partai agar berpikiran progresif sekaligus teknokratis. Sementara reformasi Korea amat dipengaruhi otoritarianisme Park Chung Hee yang dengan tangan besi mengubah organisasi negara dan ekonomi untuk menjamin pertumbuhan.

Pelajaran kedua, terus serius mengembangkan sistem dan mekanisme baru. Pengembangan ini dilakukan oleh institusi pemerintah yang mempunyai kompetensi dan independensi. Di Taiwan, tugas ini dilakukan lembaga perencana—The Council on International Economic Cooperation and Development (CIECD), The Economic Planning Commission (EPC), dan The Council on Economic Planning and Development (CEPD)—yang tidak terikat struktur birokrasi. Badan-badan ini sekaligus menjalankan fungsi koordinasi untuk pelaksanaan di tingkat ”sektoral” dan hanya bertanggung jawab kepada penguasa politik tertinggi. Di Korea, Park Chung Hee menggunakan Economic Planning Board guna menguatkan aspek teknokratis. Keterlibatan militer bukan hanya untuk mengukuhkan kekuasaan Presiden Park, tetapi mampu menjalankan fungsi koordinasi dan pengendalian kinerja. Sejalan penguatan kedudukan Park, perwira militer (termasuk 55 jenderal) dipecat karena tuduhan kolusi dan korupsi.

Pelajaran ketiga, pemerintah mempunyai visi jelas tentang kelompok ekonomi mana yang akan diperkuat lebih dahulu. Visi ini dihasilkan dari analisis yang dilakukan para akademisi. Dengan demikian, pilihan kebijakan ekonomi tidak terseret debat (tampaknya) ideologis, misalnya antara kapitalisme, (neo) liberalisme, dan populisme. Pilihan didasarkan kompetensi sektoral negara saat itu. Jika perekonomian Taiwan dibangun atas penguatan industri menegah, Korea memilih memperkuat industri besar untuk pasar dunia.

Pelajaran keempat, di antara kompetensi yang dimiliki badan perencana pemerintah adalah kemampuan berdialog dengan pelaku ekonomi. Tujuannya agar pemerintah bisa memfasilitasi pertumbuhan kelompok ekonomi ini, selain bernegosiasi agar kesejahteraan lebih umum dapat dihasilkan. Dialog berhasil karena tertanam dalam institusi sebagai mekanisme dengan tujuan jelas, bukan hanya cadar politik untuk menarik simpati.

Manfaat untuk Indonesia

Indonesia bisa menarik pelajaran dari negara-negara itu baik tentang dukungan politik pemimpin nasional, kompetensi staf birokrasi, konsistensi sistemik, dan komunikasi pembangunan. Untuk Indonesia, pelajaran ini harus diterapkan dengan beberapa cara.

Pertama, pembaruan birokrasi harus memfasilitasi pertumbuhan ekonomi bukan hanya perbaikan pelayanan. Beri para investor kemudahan dan kepastian. Selanjutnya, mereka harus mendukung pemerintah menguatkan ekonomi kerakyatan. Contoh, berbagai perusahaan besar memiliki bengkel kerja yang bisa dimanfaatkan untuk pengembangan teknologi sederhana.

Kedua, program perluasan ekonomi terpilih. Misal, kini biaya transaksi kredit UMKM masih terlalu tinggi. Perbaikan bukan hanya dalam birokrasi perbankan. Stimulus kredit juga harus diberikan dengan sasaran yang jelas dan metode dukungan spesifik, selain oleh bank dan pemerintah daerah. Hal ini membutuhkan perbaikan dalam kompetensi birokrasi.

Badan perencana nasional tidak hanya berfungsi koordinatif dan menghasilkan standar kompetensi birokrasi. Ia juga harus menghasilkan skema terukur tentang peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam program pengembangan sektoral.

Meuthia Ganie- Rochman Sosiolog Organisasi di Universitas Indonesia

Modernisasi Ekonomi-Politik China


Kamis, 6 Agustus 2009 | 03:36 WIB

Oleh Amich Alhumami

Proyek modernisasi suatu bangsa selalu ditempuh melalui pembangunan ekonomi untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.

Pembangunan ekonomi harus disertai pembangunan politik, tecermin dipenuhinya hak-hak sipil dan politik. Tujuan proyek modernisasi untuk mencapai kemajuan ekonomi dan memantapkan sistem politik demokrasi seperti pengalaman negara-negara Barat.

Namun, modernisasi tidak selalu menyediakan jalan untuk meraih kedua tujuan pokok itu secara bersamaan, salah satu harus mendahului yang lain. Negara-negara sedang berkembang umumnya mendahulukan kemakmuran ekonomi, lalu perlahan-lahan membangun sistem politik demokratis.

China menempuh jalan ini dengan mengembangkan East Asian model of state-led economic development. Model ini menempatkan negara sebagai pemegang kendali kebijakan reformasi ekonomi dan sementara menyisihkan demokrasi. China adalah fenomena kontras, yang sedang memacu proyek modernisasi, untuk menjadi raksasa ekonomi dunia pertengahan abad ke-21.

Namun, gerak menuju puncak kekuatan ekonomi dunia justru di bawah kendali rezim otoriter yang opresif dan anakronistik. Fenomena China jelas di luar kelaziman, amat berbeda dengan pengalaman negara-negara Eropa dan Amerika. Kemajuan ekonomi hanya kondusif di bawah sistem politik demokrasi. Pola di luar kelaziman ini disebut market capitalism without democracy (Peerenboom, China Modernizes: Threat to the West or Model for the Rest, 2008).

China ”super power”

Bersamaan dengan peningkatan kemajuan ekonomi yang rata-rata tumbuh 10 persen sejak 1980-an, China menjadi super power baru yang secara geopolitik berpotensi menjadi ancaman negara-negara industri maju. Tak heran, Barat gencar melancarkan propaganda agar China mempromosikan demokrasi dan HAM sebagai bagian agenda pembangunan, yang kini menjadi arus-utama percaturan global.

Namun, China bergeming, teguh menempuh jalan politik sendiri yang lebih cocok dengan kebutuhan domestik. China tidak serta-merta mengadopsi ide-ide demokrasi dan HAM yang disuarakan Barat karena sarat kepentingan politik-ekonomi, selain mengandung bias ideologis-dominasi dan hegemoni. Isu demokrasi dan HAM sekadar kamuflase untuk menyembunyikan kepentingan ekonomi Barat atas negara berkembang, seperti diingatkan Joel Rocamora (2002).

Barat memang hipokrit dan berstandar ganda. Saksikan, AS menjalin persekutuan harmonis dengan rezim nondemokratis seperti Arab Saudi karena mendapat konsesi ekonomi-politik, tetapi berlaku sengit, terus mengecam, bahkan tak henti menebar ancaman kepada penguasa-penguasa kiri: Hugo Chavez (Venezuela), Evo Morales (Bolivia), Lula da Silva (Brasil). Sebab, mereka dengan gigih dan berani melawan arus-besar ekonomi neoliberal dan menolak kebijakan perdagangan bebas.

Maka, China tak mau didikte kepentingan Barat, kukuh meretas jalan sendiri dalam melaksanakan proyek modernisasi ekonomi-politik. Bagi China, sungguh tidak mudah berayun di antara ekonomi dan demokrasi karena negara ini dihuni 1,3 miliar penduduk. Gejolak politik berskala kecil pun akan berdampak besar terhadap stabilitas keamanan domestik, yang dapat mengguncang sendi kehidupan masyarakat dan pemerintahan.

Meski demikian, China perlahan mulai mengakomodasi sebagian elemen demokrasi modern. Reformasi ekonomi China disertai penataan kelembagaan pemerintahan untuk mendukung good governance, rule of law, pemberantasan korupsi, dan pasar terbuka. Ini adalah strategi gradual yang bertujuan memperkuat peran negara dalam membangun perekonomian dan menjamin stabilitas politik sebagai prasyarat mutlak untuk menarik investasi asing (foreign direct investment) dan memacu pertumbuhan berkelanjutan.

Jalan pragmatis China

Para penguasa China paham betul hukum ekonomi kapitalisme pasar, yakni bagaimana mengakumulasi kapital dan mengeruk keuntungan bahkan untuk satu dollar investasi sekalipun. Karena itu, mereka lebih mengutamakan reformasi kelembagaan pemerintahan-efisiensi birokrasi, peningkatan mutu pelayanan publik, efektivitas regulasi, akuntabilitas dan transparansi, penegakan hukum dan perkuatan peradilan, yang lebih dibutuhkan guna memfasilitasi investasi asing ketimbang demokratisasi. Pemerintah China yakin, para investor asing lebih memilih jaminan stabilitas politik dan keamanan serta kepastian hukum dalam berinvestasi ketimbang memilih tipe pemerintahan: otoriter atau demokrasi.

China menempuh jalan pragmatis dengan menyerap unsur-unsur pokok kapitalisme pasar, tetapi tetap memelihara nilai-nilai ideologi sosialisme yang berakar kuat dalam tradisi politik mereka. China mengabaikan pertentangan ideologis dan menjalankan modernisasi dengan memeluk kapitalisme meski tetap setia pada sosialisme, langkah ganjil dan penuh paradoks.

Saksikan, negara-negara berideologi serupa, seperti Vietnam dan Laos, mengadopsi strategi pembangunan ekonomi China dan menjadikannya model. Jalan pragmatisme China memberi inspirasi negara-negara serumpun di Asia Timur dalam membangun ekonomi. Bahkan, Iran, Afrika, dan Amerika Latin juga tertarik pendekatan dan strategi China. Mereka mengundang ahli hukum, ekonomi, dan politik China untuk menyampaikan public lecture bagi pejabat pemerintahan, akademisi, dan pengamat bagaimana menjalankan state-led economic development with limited political reforms itu.

China bisa dijadikan contoh sukses proyek modernisasi ekonomi-politik, terutama oleh negara-negara yang menganut sistem demokrasi liberal tetapi berpendapatan per kapita rendah, seperti Indonesia, Filipina, dan Banglades.

Amich Alhumami Peneliti Sosial, Department of Anthropology University of Sussex, United Kingdom

Laju Ekonomi China


Kamis, 6 Agustus 2009 | 03:35 WIB

Oleh Syamsul Hadi

Di tengah ujian politik berupa instabilitas di Provinsi Xinjiang, China kembali hadir di pentas dunia sebagai fenomena mencengangkan di bidang ekonomi.

Akhir 2009, China akan menggeser Jepang sebagai kekuatan ekonomi terbesar nomor dua dunia (Kompas, 28/7). Hal ini terjadi hanya dua tahun setelah China melampaui Jerman sebagai kekuatan ekonomi nomor tiga dunia. Tahun 2007, GDP (gross domestic product) China mencapai 3,5 triliun dollar AS dan Jerman 3,3 triliun dollar AS. Tahun 2008, GDP China melonjak ke 4,42 triliun dollar AS, mendekati GDP Jepang yang 4,68 triliun dollar AS. Dengan kemampuannya, ekonomi China tumbuh 7,5 persen, sementara pertumbuhan Jepang minus 6,0 persen (data Juli 2009), dipastikan China akan melampaui Jepang dalam total angka GDP tahun ini.

Hubungan AS-China

Faktor terpenting di balik bertahannya ekonomi China adalah stimulus ekonomi sebesar 586 miliar dollar AS. Stimulus ini bekerja amat baik di tengah penurunan ekspor karena lesunya pasar global. Ini berbeda dengan stimulus Pemerintah AS sebesar 787 miliar dollar AS, yang belum menunjukkan hasil yang diharapkan. Pertumbuhan ekonomi AS masih negatif (minus 2,6 persen) dan angka pengangguran di AS kini diperkirakan 10,2 persen.

Ironisnya, kini AS justru kian bergantung pada China. Defisit anggaran AS tahun ini melampaui 1,8 triliun dollar AS dengan utang kumulatif mendekati 12 triliun dollar AS. Diperkirakan China mewakili 83 persen dari seluruh defisit perdagangan AS dalam produk nonminyak. Selain itu, defisit anggaran AS justru ”ditanggung” China, yang kini mengakumulasi pembelian surat berharga AS senilai 763,5 miliar dolar AS.

Dalam perspektif AS, peningkatan hubungan dengan China bukan hanya penting guna menyangga ekonomi AS yang sedang limbung, tetapi juga dalam memecahkan aneka masalah global seperti perubahan iklim dan krisis finansial. Namun, seperti ditulis Elizabeth C Economy dan Adam Segal (Foreign Affairs, Mei/Juni 2009), kurang berhasilnya kerja sama AS-China sejauh ini berangkat dari perbedaan kepentingan, nilai, dan kapabilitas antardua negara.

Dalam konteks memburuknya ekonomi AS, kini posisi China dapat disamakan dengan Jepang pada pertengahan 1980-an saat ekonomi Jepang mengalami puncak pertumbuhan dan menjadi kontributor terbesar defisit perdagangan AS. Bagi AS, berhadapan dengan Jepang jauh lebih mudah daripada berhadapan dengan China. Posisi Jepang lebih lemah terhadap AS karena Jepang berutang budi pada bantuan besar-besaran AS seusai Perang Dunia II, selain ketergantungannya atas payung militer AS yang berkesinambungan.

Melalui kesepakatan, Plaza Accord (September 1985), AS bersama anggota G-5 lainnya (Inggris, Jerman, Perancis, dan Italia) memaksa Jepang untuk menaikkan nilai mata uang yen sebagai langkah mengatasi defisit perdagangan yang masif. Akibatnya, nilai yen bertambah 89 persen atas dollar AS periode 1985-1988.

Seperti saat berhadapan dengan Jepang tahun 1980-an, kini AS berusaha menekan China untuk menaikkan nilai mata uangnya. Dalam pertemuan tingkat tinggi AS-China akhir Juli lalu, AS mengklaim rendahnya nilai mata uang China menyebabkan harga produk AS menjadi lebih mahal, sedangkan produk China menjadi lebih murah. Mengantisipasi tekanan AS ini, China menyuarakan perlunya mata uang alternatif dunia (selain dollar AS). Faktor tekanan AS memang berpengaruh pada naiknya nilai yuan 22 persen sejak 2005, tetapi ini lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan nilai yen tahun 1980-an.

Implikasi bagi Indonesia

Dalam pertemuan itu, AS meminta China mengembangkan ekonomi yang tidak bergantung pada ekspor. Ini adalah isyarat, AS akan melanjutkan langkah-langkah proteksionisnya terhadap China, seperti dijanjikan Obama dalam kampanyenya.

Meningkatnya proteksionisme di AS, Eropa, dan banyak negara membuat kita khawatir, produk China akan mengalir ke Indonesia. Indikatornya jelas, tahun 2008 Indonesia mengalami defisit 3,61 miliar dollar AS dalam perdagangan dengan China. Perdagangan di sektor nonmigas, keadaan berbalik dari surplus 79 juta dollar AS (2004) menjadi defisit 7,16 miliar dollar AS (2008) (Kompas, 30/7).

Saat banyak negara, termasuk AS, kian berhati-hati dalam berdagang dengan China, Indonesia justru terikat perdagangan bebas (free trade agreement) China-ASEAN, di mana bea masuk produk pertanian China ke ASEAN adalah nol persen dan bea masuk produk manufaktur China ke ASEAN maksimal 5,0 persen (2009). Padahal, tanpa kesepakatan perdagangan bebas pun produk China telah membanjiri Indonesia (Chandra & Pambudi, 2005). Tahun 2008, impor dari China mengambil alih 70 persen pangsa pasar domestik yang semula dikuasai sektor usaha kecil dan menengah nasional.

Pesatnya laju ekonomi China, selain mengagumkan, juga mengancam ekonomi Indonesia. Tanpa kejelasan kebijakan untuk memperkuat daya saing ekonomi, program revitalisasi industri SBY-Boediono tak akan banyak berarti.

Syamsul Hadi Dosen Ekonomi Politik Internasional FISIP Universitas Indonesia

Menyimak Utang Negara


Rabu, 5 Agustus 2009 | 03:35 WIB

Oleh Siswono Yudo Husodo

Dunia sedang mengantisipasi dampak global defisit anggaran Pemerintah AS 1,09 triliun dollar AS (12,7 persen) dari produk domestik bruto.

Bahkan, defisit anggaran AS itu berpotensi menjadi 1,84 triliun dollar AS bila program-program populis dan sosial kelas menengah bawah harus dilanjutkan karena resesi. Kondisi ini diperberat utang sebesar 11,5 triliun dollar AS.

Untuk menutup defisit yang kian besar, Pemerintah AS menerbitkan obligasi bersuku bunga lebih tinggi. Hal ini mengundang kekhawatiran tentang jaminan pembayaran utang AS di kemudian hari, merosotnya nilai dollar AS, dan penurunan aset dalam dollar AS.

Dampak bagi Indonesia

Hal ini menjadi kabar buruk bagi Indonesia yang sekitar 16 persen APBN-nya ditutup dengan pinjaman luar negeri, termasuk penjualan obligasi. Mengingat faktor country risk, naiknya bunga obligasi Pemerintah AS membuat Pemerintah Indonesia harus menjual obligasi/SUN dalam dollar AS di pasar modal dengan bunga lebih tinggi lagi agar tetap laku.

Obligasi INDO Bond 10 jatuh tempo 2014 bunga 10,735 persen. Indo Bond 011 jatuh tempo 2019 bunga 11,625 persen. Keduanya dalam denominasi mata uang asing, bunganya amat tinggi, karena itu oversubscribe dan kini harganya lebih tinggi dari penawaran awal. Mengapa obligasi Pemerintah Indonesia berbunga lebih tinggi dari obligasi Pemerintah Filipina?

Tersedianya SUN mengurangi gairah bank menyalurkan kredit ke sektor riil. Deposito rupiah yang dihimpun bank, berbunga 6,1 persen, lebih untung dan aman dibelikan SUN dalam dollar AS daripada disalurkan untuk kredit.

Tahun ini adalah awal pemerintahan baru dan puncak jatuh tempo utang, suatu momentum untuk merenungkan kembali ketergantungan pada utang luar negeri.

Sebagai pengusaha, saya tahu betul arti tingginya bunga pinjaman, dan 10 tahun sebagai anggota kabinet, saya tahu persis beban utang bagi negara. Utang pemerintah Rp 112,19 triliun akan jatuh tempo dan 47 persen di antaranya dalam denominasi valas. Jumlah itu lebih dua kali alokasi APBN 2009 Departemen Perhubungan dan Departemen Pekerjaan Umum. Sementara 22,6 miliar dollar AS utang luar negeri swasta jatuh tempo pada saat bersamaan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, rasio utang atas PDB menurun. Artinya kemampuan ekonomi negara untuk membayar kewajiban utang meningkat, cadangan devisa terhadap kewajiban jangka pendek (jatuh tempo kurang dari satu tahun) di kisaran 178 persen.

Pemerintah tampak percaya diri. Beban utang belum dianggap ancaman. Masalahnya, perhitungan PDB Indonesia merujuk output/produksi ekonomi nasional, termasuk yang dihasilkan perusahaan maupun tenaga kerja asing. Meningkatnya PDB Indonesia tak hanya dibentuk oleh kinerja orang Indonesia, tetapi juga peran asing sehingga balas jasa faktor produksi pada pihak asing menyita PDB Indonesia. Gambaran kemajuan ekonomi Indonesia menjadi bias. Pertumbuhan ekonomi relatif tinggi, tetapi jumlah pengangguran dan kemiskinan cenderung statis.

Menurunnya rasio utang terhadap PDB diikuti meningkatnya stok utang. Tahun 2004, total utang pemerintah jika dirupiahkan Rp 1.295 triliun. Tahun 2008 menjadi Rp 1.486 triliun, naik 15 persen dalam empat tahun.

Utang baru

Anatomi APBN terdiri dari penerimaan pajak, bea cukai, dan PNBP. Utang dan pengeluaran berunsur biaya rutin (pembayaran gaji PNS), biaya pembangunan, bagian daerah (dana alokasi khusus dan dana alokasi umum), pembayaran bunga utang, dan pengembalian utang.

Dari segi APBN, beberapa tahun terakhir ini, penerimaan negara di luar utang sudah lebih kecil dari biaya rutin dan pengeluaran pembangunan. Artinya untuk menambah biaya rutin dan pembangunan, pemerintah membuat utang baru. Untuk mengangsur utang lama dan bunga utang, pemerintah membuat utang baru.

Di sini ada dua aspek berbahaya: utang baru selalu lebih besar dari angsuran utang lama. Akibatnya, utang kita terus meningkat. Kedua, utang baru pemerintah berbunga lebih tinggi (11 persen/tahun), berjangka lebih pendek (5-10 tahun), dan dari pasar modal. Bunga utang pada masa lalu amat rendah (1-3 persen/tahun), berjangka panjang (di atas 20 tahun), bersifat antarpemerintah, dalam skema bilateral atau multilateral.

Kita mengganti utang lama berbunga rendah (antara lain melunasi IMF) dengan utang baru berbunga tinggi, maka beban utang meningkat. Indonesia masuk perangkap utang dan ekonomi rentan guncangan eksternal. Dengan kondisi seperti itu, tepatkah menempatkan rasio utang terhadap PDB sebagai indikator untuk mengukur kekuatan ekonomi nasional?

Tak relevan penjelasan Menteri Keuangan yang membandingkan situasi kita dengan Jepang mengingat Jepang memiliki kinerja ekonomi amat maju, aset ekonomi produktifnya tersebar di seluruh dunia, utangnya dalam yen dan dari dalam negeri, praktis tanpa utang keluar negeri. GNP Indonesia lebih kecil dari PDB. Negara-negara berekonomi kuat, GNP-nya lebih besar dari PDB.

Menyadari ada kebutuhan berutang, mestinya IMF yang telah direformasi menjadi alternatif, bukan mengambil pinjaman berbunga tinggi. IMF menawarkan pinjaman non-conditional dengan bunga murah, hanya 2,0 persen/tahun. Meksiko telah memanfaatkan 47 miliar dollar AS. Brasil memakai dana IMF 35 miliar dollar AS, Korsel dan Singapura dalam antrean.

Amat berbeda karakter pinjam-meminjam antarnegara, yang lebih fleksibel dalam rescheduling dan berbunga rendah, dengan menjual obligasi ke pasar, risikonya amat besar. Taruhannya, rating seluruh dunia bisnis Indonesia.

Perkuat fondasi ekonomi

Beban Menteri Keuangan sungguh pelik mengingat sebagian masyarakat masih menganggap IMF seperti zaman Camdessus. Juga pelik antara keseimbangan menekan inflasi dan mengurangi defisit, meningkatkan pembangunan untuk memenuhi harapan rakyat, memperkuat rupiah dengan masuknya valas, termasuk dari utang, dan mempertahankan suku bunga agar sektor riil berkembang.

Maka, pemerintah perlu memperkuat fondasi ekonomi, memperkuat basis sumber penerimaan negara. Penerimaan dalam negeri lewat pajak harus ditingkatkan sehingga lebih besar dari biaya rutin dan pembangunan, ada surplus untuk mengurangi utang. Ini hanya bisa dicapai bila kesejahteraan rakyat meningkat.

Situasinya berat karena tax ratio (rasio penerimaan pajak terhadap PDB) 2009 baru 13,8 persen. Tax ratio negara maju 40 persen dan Asia rata-rata 20 persen.

Pemikiran bahwa cicilan pokok dan bunga utang yang boleh dibayarkan dari APBN harus di bawah persentase tertentu dari penerimaan pajak, atau dari porsi nasional dalam ekonomi domestik, patut dipertimbangkan. Ini membuat kita jujur pada kemampuan membayar utang secara mandiri, dan tidak membayar utang dengan membuat utang baru sambil membiarkan banyak aspek pembangunan terbengkalai karena tak ada dana, dan ekonomi nasional dikuasai asing.

Presiden SBY diharapkan mendengarkan aspirasi untuk mengurangi utang, selain mendengarkan suara yang menyatakan menambah utang tak apa-apa selama rasio terhadap PDB menurun.

Siswono Yudo Husodo Ketua Yayasan Universitas Pancasila

Pajak Meredam Kendaraan


Rabu, 5 Agustus 2009 | 02:54 WIB

Jakarta, Kompas - Pemilik kendaraan harus membayar lebih jika ingin membeli kendaraan kedua dan selanjutnya karena DPR sudah menyetujui Pajak Kendaraan Bermotor Progresif dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor yang didesain untuk meredam jumlah kendaraan.

Tarif kedua instrumen pajak itu sepenuhnya ditetapkan oleh pemerintah provinsi sehingga di setiap daerah akan berlainan. Misalnya, harga bahan bakar minyak (BBM) di DKI Jakarta dan Banten bisa saja berlainan karena tarif pajak BBM yang berbeda.

Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Harry Azhar Azis mengungkapkan hal tersebut seusai memimpin rapat kerja dengan Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Jabatan Menteri Koordinator Perekonomian Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Selasa (4/8).

Rapat tersebut mengagendakan pandangan fraksi mini tentang RUU yang akhirnya bersepakat membawa RUU tersebut ke sidang paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang.

Menurut Harry, penerapan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Progresif diharapkan bisa menekan volume kendaraan. Dengan pajak ini, pemilik kendaraan pribadi membayar pajak lebih mahal untuk pemilikan kendaraan kedua dan selanjutnya.

Harry mengatakan, kendaraan milik pribadi pertama hanya akan dikenai PKB 2 persen terhadap nilai jual. ”Namun, untuk kendaraan kedua dan selanjutnya, tarif PKB ditetapkan 2-10 persen tergantung keputusan pemerintah provinsi,” ujarnya.

Sebagai gambaran, jika mobil yang pertama dibeli Rp 100 juta, PKB atas mobil tersebut Rp 2 juta per tahun. Namun, jika mobil sejenis dibeli untuk kedua kali dan seterusnya, PKB yang dibebankan bisa lebih mahal, yakni Rp 3 juta-Rp 10 juta.

Sebanyak 70 persen dari dana yang diperoleh dari pemungutan PKB dan juga pajak bahan bakar kendaraan diserahkan kepada pemerintah provinsi dan 30 persen lainnya untuk kabupaten serta kota. Pemerintah daerah wajib mengalokasikan 10 persen dari penerimaannya untuk infrastruktur jalan.

Jenis kendaraan yang diatur adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya, baik di darat maupun air. Jenis kendaraan yang tidak dibebani aturan PKB ini adalah kereta api, kendaraan pertahanan, dan kendaraan kedutaan besar asing.

Tarif bahan bakar

Tarif pajak BBM kendaraan bermotor untuk angkutan umum, ujar Harry, ditetapkan maksimal 5 persen. Tarif ini untuk angkutan kota, bus, dan ojek motor. Adapun angkutan pribadi ditetapkan maksimal 10 persen terhadap harga jual BBM.

Aturan ini mulai diterapkan pada tahun 2012 atau tiga tahun setelah UU pajak ini berlaku, yakni 1 Januari 2010, untuk memberi kesempatan pemerintah mengatur teknis penerapannya. DPR mempersilakan pemerintah menggunakan opsi kartu cerdas (smart card), yang diwacanakan awal tahun 2008.

Pemerintah provinsi bisa menggunakan pajak ini sebagai instrumen mengatur jumlah kendaraan yang lalu lalang di wilayahnya. Misalnya, jika DKI Jakarta ingin membatasi jumlah kendaraan pribadi, tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor dapat ditetapkan maksimum, yakni 10 persen.

Lalu, Provinsi Banten, misalnya, jika ingin mengundang kendaraan pribadi lebih banyak agar aktivitas ekonomi lebih marak, bisa menerapkan pajak bahan bakar kendaraan bermotor seminimal mungkin. Sebagai ilustrasi, jika DKI Jakarta menetapkan tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor 10 persen untuk kendaraan pribadi, pajaknya Rp 450 per liter. Adapun jika Banten menetapkan tarif 5 persen, harga jual premiumnya hanya Rp 4.275 per liter.

”Tarif minimumnya tidak dibatasi. Artinya, suatu provinsi bisa menetapkan pajak bahan bakar kendaraan bermotor nol persen untuk menarik pengguna kendaraan pribadi lebih banyak atau mengundang investasi lebih marak,” ujar Harry.

Tidak masuk akal

Ketua Umum Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) Gunadi Sindhuwinata mengecam pemberlakuan pajak kendaraan progresif yang dinilainya tidak masuk akal. Pemerintah harus menjelaskan filosofi memberlakukan pajak progresif tersebut.

”Pengusaha tidak pernah diajak bicara. Pajak progresif akan berdampak buruk bagi industri nasional,” kata Gunadi.

Ia menjelaskan, apabila alasan pemerintah memberlakukan pajak progresif untuk sekadar meningkatkan pendapatan pemerintah daerah, pajak seharusnya diturunkan saja sehingga akan mendorong pembelian kendaraan.

Kalau alasannya adalah kemacetan sehingga jumlah kendaraan bermotor hendak dikurangi, pemerintah dinilai tidak masuk akal. Kemacetan terutama terjadi akibat minimnya pertumbuhan infrastruktur yang hanya 0,1 persen per tahun. Itu karena anggaran perbaikan jalan hanya 2 persen dari total APBN sekitar Rp 1.000 triliun.

Pengurangan kendaraan bermotor juga tidak masuk akal karena penjualan mobil hanya 600.00 unit per tahun. Jumlah itu sangat kecil jika dibandingkan Jepang dengan 120 juta jiwa dengan angka penjualan mobil 6,5 juta unit per tahun.(OSA/OIN)