Rabu, 03 Desember 2008

Kondisi Terparah pada 2009, Ekonomi Tumbuh 4,5 Persen



KOMPAS/RIZA FATHONI / Kompas Images
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan kondisi perekonomian terkini dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (2/12).
Rabu, 3 Desember 2008 | 03:00 WIB

Jakarta, Kompas - Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 diperkirakan bisa mencapai level terburuk di posisi 4,5 persen, jauh lebih rendah dibandingkan target APBN 2009, yakni 6 persen. Meskipun demikian, target APBN itu masih bisa tercapai jika Indonesia bisa mempertahankan aktivitas ekspor dan investasi.

”Nilai tengah pertumbuhan ekonomi kami perkirakan ada di level 5-5,5 persen,” ujar Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Jabatan Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati saat melaporkan kondisi terakhir krisis ekonomi kepada Komisi XI DPR di Jakarta, Selasa (2/12).

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik menyebutkan, pada tahun 2008 setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi akan menambah 702.000 lapangan kerja baru (Kompas, 22/8/2008). Dengan demikian, jika pertumbuhan turun dari 6 persen ke 4,5 persen, tenaga kerja yang tidak terserap bisa mencapai 1,053 juta orang. Padahal, masih ada sekitar 9,427 juta penganggur terbuka yang menunggu pekerjaan saat ini.

Menurut Sri Mulyani, faktor- faktor yang masih bisa diandalkan sebagai pendorong ekonomi pada tahun 2009 adalah konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah. Adapun ekspor dan investasi diperkirakan akan menghadapi tekanan berat pada 2009.

Konsumsi rumah tangga diharapkan masih tumbuh 5 persen dibandingkan konsumsi tahun 2008. ”Anggaran kementerian dan lembaga nondepartemen dialokasikan senilai Rp 322,3 triliun atau naik dibandingkan tahun 2008, yakni Rp 290 triliun. Namun, realisasinya akan dipengaruhi kemampuan departemen dan lembaga itu dalam menyerap dananya,” ujar Menkeu.

Di Batam, Kepulauan Riau, Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta pelaku usaha tetap optimistis pada tahun 2009 meskipun melemahnya permintaan pasar dunia dapat memengaruhi kinerja ekspor industri manufaktur, khususnya ekspor ke AS, Jepang, Korea, dan China.

Namun, di sisi lain, lanjutnya, ada beberapa produk ekspor yang bersumber pada komoditas dan energi, seperti minyak kelapa sawit atau batu bara, yang tetap dibutuhkan negara lain.

Dorong daya beli

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Anggito Abimanyu menyebutkan, pemerintah tengah mencari sumber dana siaga minimal 5 miliar dollar AS untuk menggantikan dana yang mungkin tak didapatkan dari penerbitan obligasi negara. Ini untuk membiayai belanja negara yang tetap meningkat pada tahun 2009.

Anggota Komisi XI DPR, Maruarar Sirait, menegaskan, pemerintah harus melakukan lima langkah yang tidak biasa untuk menolong ekonomi. Pertama, menerapkan tax amnesty (pengampunan pajak). Kedua, menerapkan blanket guarantee atas simpanan nasabah. Ketiga, menurunkan harga bensin dan solar lebih dari Rp 500 per liter. Keempat, perluasan reformasi birokrasi. Kelima, menurunkan suku bunga acuan (BI Rate). (OIN/FER/INU)

Tidak ada komentar: