Rabu, 17 Desember 2008

Kesenjangan Kian Tajam


Sektor Informal ke Formal Menjadi Prioritas
Peralihan Pekerja

Jakarta, Kompas - Pertumbuhan sektor keuangan telah meningkatkan kesejahteraan, tetapi gagal menaikkan produktivitas dan lapangan kerja. Akibatnya, kesenjangan upah kelompok kaya sektor keuangan dengan kelas menengah ke bawah sektor riil makin tajam.

Demikian laporan tentang Dunia Kerja 2008 yang diluncurkan Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organization/ILO), Selasa (16/12) di Jakarta.

Disebutkan, upah manajer eksekutif di 15 perusahaan di Amerika Serikat tahun 2007 lebih besar 500 kali lipat dibandingkan dengan upah pekerja rata-rata setempat. Pola serupa terjadi di Australia, Jerman, Hongkong, Be>w 9738m

Di Indonesia, selama dua dekade, kesenjangan upah jelas terlihat, seperti yang terjadi di China dan Laos. Penurunan kesenjangan upah hanya terjadi di Filipina dan Kamboja.

Menurut Ekonom Kepala ILO Ekkehard Ernst, faktor domestik yang mendorong kesenjangan upah, antara lain, adalah peranan tripartit, kebutuhan terhadap kualitas dan perubahan pola kerja, serta kebijakan pendistribusian pajak yang lemah.

Tripartit, kata Ernst, cenderung mengutamakan pekerja formal ketimbang informal. Kebijakan perpajakan berpengaruh karena 52 persen pendapatan berasal dari pajak tak langsung. Ini yang membebani kelompok miskin.

Oleh karena itu, Ernst berpendapat, meningkatkan negosiasi bipartit antara pekerja dan pengusaha sangat penting guna menekan kesenjangan upah. Selain itu, memperbaiki kualitas dan kuantitas kerja yang meliputi pengupahan, jaminan sosial, serta implementasi pajak progresif.

Langkah lain yang harus dikerjakan adalah memperketat regulasi pasar keuangan tanpa mengabaikan efek sosial.

Empat kali lipat

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengakui, kesenjangan upah antara eksekutif dan pekerja cukup besar.

Dijelaskan, upah rata-rata pekerja formal lebih besar empat kali lipat dari sektor informal. Upah pekerja formal rata-rata Rp 2,4 juta per bulan, sedangkan sektor informal hanya Rp 603.000 per bulan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), dari 102 juta pekerja pada 2008, sebanyak 70,5 juta bekerja di sektor informal.

”Jadi prioritas kita saat ini adalah menarik pekerja informal ke sektor formal agar perlindungan dan kesejahteraan mereka bisa meningkat,” ujar Sofjan.

Deputi Menteri Negara Badan Perencana Pembangunan Nasional Bambang Widianto mengungkapkan, kesenjangan upah terjadi terkait dengan produktivitas. Industri berskala besar dengan pekerja lebih sedikit mampu memberi upah lebih besar dibandingkan dengan sektor informal.

Indonesia, kata Bambang, saat ini membutuhkan pertumbuhan perekonomian yang besar untuk menambah lapangan kerja formal. Stabilitas pertumbuhan ekonomi bisa mempercepat peralihan pekerja informal ke formal.

”Namun, saat ini prioritas utama adalah mengantisipasi pemutusan hubungan kerja dulu,” kata Bambang. (ham)

Tidak ada komentar: