Rabu, 17 Desember 2008

Apa Kabar Pemberdayaan UMKM?
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO / Kompas Images
Rohman (21) menjemur hasil kerajinan dari eceng gondok di Desa Bugel, Kabupaten Kulonprogo, Jawa Tengah, Senin (24/11). Hasil kerajinan itu selanjutnya disetorkan kepada pengekspor seharga Rp 40.000- Rp 70.000 per buah. Rohman termasuk salah satu yang bergiat di usaha mikro, kecil, dan menengah yang seharusnya bisa dibina dan diberdayakan. Namun, usaha seperti dilakukan Rohman adakalanya hanya dijadikan sasaran proyek sesaat dari instansi pemerintah yang mengurus koperasi dan UKM.



Stefanus Osa

Menjelang berakhirnya masa efektif penggunaan anggaran tahun 2008, diputuskan dana bergulir untuk perkuatan modal usaha mikro, kecil, dan menengah tidak dicairkan oleh Kementerian Negara Urusan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Dana itu dikembalikan ke kas Departemen Keuangan.

Dengan keputusan itu, praktis semangat Kementerian Negara Urusan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemennegkop dan UKM) menjadikan tahun 2008 sebagai Tahun Kebangkitan UMKM pupus sudah.

Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM Suryadharma Ali dalam rapat regional wilayah IV Pemberdayaan Koperasi dan UKM di Balikpapan, Kalimantan Timur, akhir November, menegaskan, ”Dana tersebut dikembalikan kepada Departemen Keuangan. Jika tidak, saya khawatir akan terjadi kecerobohan dan kasusnya berujung di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).”

Anggaran yang dikembalikan ke Departemen Keuangan itu sebesar Rp 381 miliar. Dana itu sebelumnya lebih dikenal dengan sebutan dana bergulir.

Keputusan mengembalikan dana tersebut ke Departemen Keuangan terkait dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 99 Tahun 2008 yang mewajibkan dana bergulir harus dikembalikan.

Sebelumnya, sejak pengucurannya tahun 2005, dana bergulir tidak perlu dikembalikan. Ketentuan mengembalikan dana bergulir itulah yang membuat kalangan Kemennegkop dan UKM kalang kabut.

Padahal, terbitnya PMK No 99/2008 semata-mata bertujuan menertibkan keuangan negara, yaitu setiap sen yang dikeluarkan harus dapat dipertanggungjawabkan.

Keluarnya PMK No 99/2008 beralasan bila dikaitkan dengan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) yang memberi status disclaimer terhadap laporan keuangan Kemennegkop dan UKM.

Selain itu, sebagai dana penguatan modal, dana bergulir pada dasarnya adalah dana investasi, bukan dana sosial. Oleh karena itu, harus dikembalikan.

Selama ini, karena tidak ada ketentuan untuk mengembalikannya, pengguliran dana bergulir acapkali menjadi ajang seremonial pejabat. Ini setidaknya tampak dari catatan pengguliran dana bergulir yang belum diterima BPK secara utuh.

Meski demikian, beberapa deputi di Kemennegkop dan UKM menyatakan dapat menunjukkan jumlah pengucuran dana tersebut, termasuk bunganya, yang masih terus berjalan.

Kredit usaha rakyat

Ketentuan untuk mengembalikan dana bergulir seharusnya tidak perlu dirisaukan. Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) telah menunjukkan kemampuannya mengembalikan setiap rupiah yang dipinjamkan kepadanya.

Hal itu setidaknya telah dibuktikan dalam program kredit usaha rakyat (KUR), yang diluncurkan pemerintah untuk menggerakkan UMKM.

Para pelaku usaha banyak yang telah memanfaatkan KUR. Ini terlihat dari nyaris dicapainya target penyaluran KUR, yaitu Rp 14,5 triliun.

Dengan keberhasilan itu, pada penghujung tahun 2008, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berkomitmen akan meningkat program KUR pada tahun 2009, yaitu dengan menaikkan jumlah kredit yang disalurkan menjadi Rp 20 triliun.

Namun, karena penjaminannya yang disetujui dalam APBN baru Rp 1 triliun, kepastian kredit yang bisa dikucurkan baru Rp 10 triliun. Untuk mewujudkan komitmen pemerintah mengucurkan Rp 20 triliun, menunggu persetujuan DPR dalam Perubahan APBN 2009.

KUR dapat menjadi cermin bagi pembelajaran masyarakat bahwa menjalankan bisnis, sekecil apa pun, harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab. Tidak ada kata ”gratis” dalam membangun usaha dan mengembalikan utang adalah kewajiban yang harus dipenuhi.

Begitu pula yang seharusnya terjadi pada dana bergulir. Jika tidak ada kewajiban mengembalikan, program yang bernuansa kerakyatan itu bisa tergelincir dimanfaatkan untuk ”permainan” politik.

Oleh karena itu, kehadiran PMK No 99/2008 seharusnya tidak perlu ditanggapi emosional karena sebenarnya hanya sebuah aturan untuk menertibkan pengelolaan keuangan negara.

Era pembelajaran

Anggaran Kementerian Negara Urusan Koperasi dan UKM tahun 2008 ditetapkan Rp 1,098 triliun. Itu terdiri atas anggaran yang direalisasikan Rp 761 miliar (65,26 persen) dan anggaran yang direalisasikan Lembaga Pengelolaan Dana Bergulir (LPDB) Rp 381 miliar (34,71 persen).

Sebagian besar dana yang dialokasikan dalam daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) dimasukkan dalam pos belanja sosial, bukan belanja modal.

Bantuan perkuatan bagi kelompok usaha mikro pun dimasukkan ke dalam belanja sosial. Dengan demikian, perlakuannya pun penuh ”nuansa sosial”. Mengabaikan sisi bisnis.

Perlakuan ”bernuansa sosial” itu telah membuat usaha mikro dan kecil yang mendapat dana penguatan kurang berkembang sisi bisnisnya.

Sebaliknya, apabila diberi perkuatan modal berbasis komersial, usaha mikro dan kecil tidak mampu menjangkaunya. Mereka tidak menguasai prosedurnya, tidak mampu menyediakan agunan, dan tidak dapat memenuhi persyaratan bank.

Jalan keluar mengatasi dilema itu dinyatakan dalam UU No 20/2008 tentang UMKM. Pasal 21 (1) undang-undang tersebut menyebutkan, pemerintah pusat dan daerah menyediakan pembiayaan untuk UMKM.

Memberdayakan UMKM setidaknya dapat dilakukan dalam tiga l;angkah. Pertama, menciptakan skim pendanaan yang lebih bervariasi, produktif, dan inovatif, serta dapat diakses oleh usaha mikro. Selama ini skim kredit untuk UMKM sangat terbatas.

Kedua, mendorong perbankan agar melaksanakan skim-skim tersebut sebagai produk bank. Selama ini, usaha mikro seolah dipaksa untuk mempunyai kriteria layak bank (bankable), yakni mengharuskan usaha mikro memiliki kelayakan usaha sesuai ukuran perbankan.

Ketiga, memobilisasi potensi dan sumber daya berbagai instansi, baik di pemerintah pusat maupun daerah, untuk menyediakan paket pembiayaan usaha khusus bagi skala mikro. Persyaratan paket ini hendaknya lebih longgar dan dapat berupa subsidi bunga, penjaminan, bantuan pemasaran, ataupun pendampingan.

Mau tidak mau, tanggung jawab pemberdayaan usaha mikro dan kecil ada pada pemerintah. Ini karena perbankan dan lembaga keuangan mikro (LKM) kurang insentif melayani usaha mikro.

Skala usaha yang kecil dengan tingkat risiko bervariasi, dengan lokasi geografis yang tersebar luas, membuat biaya layanan (service cost) per debitor relatif tinggi.

Komitmen memberdayakan usaha rakyat sangat ditunggu. Namun, syaratnya, harus dengan prosedur yang sederhana. Prosedur dan syarat yang rumit hanya akan membuat pelaku usaha mikro dan kecil enggan. Ini pula yang membuat mereka enggan berurusan dengan bank.

1 komentar:

Mrs Aisha Bukafia mengatakan...

hari baik untuk semua warga negara Indonesia, nama saya Ibu aisha bukafia, silakan, saya ingin membagikan kesaksian hidup saya benar di sini pada platform ini untuk semua warga negara Indonesia untuk berhati-hati dengan pemberi pinjaman di internet, Allah memiliki trully mendukung saya melalui ibu yang baik Mrs. Emiliana

 Setelah beberapa periode mencoba untuk mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan, dan ditolak terus, jadi saya memutuskan untuk mendaftar melalui pinjaman online tapi saya ditipu dan saya kehilangan Rp15.000.000, dengan seorang wanita di arab saudi.

saya menjadi begitu putus asa dalam mendapatkan pinjaman, jadi saya berdiskusi dengan seorang teman saya yang kemudian intorduce saya untuk Ibu Emiliana, yang merupakan pemilik dari sebuah organisasi pinjaman global, jadi teman saya meminta saya untuk menerapkan dari Ibu Emiliana, jadi saya summorned keberanian dan menghubungi Mrs. Emiliana.

Aku diterapkan untuk jumlah pinjaman Rp400,000,000 dengan tingkat bunga 2%, sehingga pinjaman tersebut disetujui dengan mudah tanpa stres dan semua persiapan dilakukan pada transfer kredit, karena fakta bahwa tidak memerlukan agunan dan jaminan untuk transfer pinjaman, saya hanya diberitahu untuk mendapatkan sertifikat perjanjian lisensi mereka untuk mentransfer kredit saya dan dalam waktu kurang dari dua jam uang pinjaman telah disetorkan ke rekening bank saya.

Saya pikir itu adalah lelucon sampai saya menerima telepon dari bank saya bahwa account saya telah dikreditkan dengan jumlah Rp400,000,000. Saya sangat senang bahwa akhirnya Allah telah menjawab doa saya dengan memesan pinjaman saya dengan pinjaman asli saya, yang telah memberi saya keinginan hati saya.

Semoga Allah memberkati Ibu Emiliana untuk membuat kehidupan yang adil bagi saya, jadi saya menyarankan siapa pun tertarik untuk mendapatkan pinjaman untuk silakan hubungi Ibu Emiliana melalui email: emilianawilson11@gmail.com untuk pinjaman Anda

Akhirnya saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Anda semua untuk meluangkan waktu untuk membaca kesaksian hidup sejati saya tentang kesuksesan saya dan saya berdoa Tuhan akan melakukan kehendak-Nya dalam hidup Anda.
satu lagi nama saya mrs aisha bukafia, Anda dapat menghubungi saya untuk informasi lebih lanjut melalui email saya: mrsaishabukafia@gmail.com