Kamis, 11 Desember 2008

Kemennegkop Terancam Dibubarkan


Masuk Kategori Penajaman, Koordinasi, dan Sinkronisasi

Jakarta, Kompas - Keberadaan Kementerian Negara Urusan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah berada di ujung tanduk. Sesuai Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, Kementerian Negara Urusan Koperasi dan UKM bisa dibubarkan.

Pasal 4 UU No 39/2008 tentang Kementerian Negara menyebutkan, ada kementerian yang posisi urusan pemerintahannya diatur dengan nomenklatur. Ada yang diatur sesuai ruang lingkup dan ada yang hanya untuk penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi.

Kemennegkop dan UKM bersama dengan Kemenneg Pemberdayaan Perempuan, Kemenneg Pemuda dan Olahraga, Kemenneg Perumahan Rakyat, dan Kemenneg pembangunan Daerah tertinggal masuk dalam kategori ketiga. Dengan demikian, bisa saja ditiadakan.

Dalam UU tersebut jumlah kementerian dibatasi 34. Pada awal pembentukannya, Kabinet Indonesia Bersatu terdiri atas 36 menteri. Kini tinggal 35 orang karena Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat ini juga menjadi Pelaksana Jabatan Menko Perekonomian, menggantikan Boediono yang terpilih menjadi Gubernur Bank Indonesia.

Menanggapi ketentuan UU itu, Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM Suryadharma Ali dalam Rapat Koordinasi Nasional Pemberdayaan Koperasi dan UKM di Jakarta, Rabu (10/12), menyatakan, sebagai menteri, ia menerima aturan itu.

”Namun, sebagai Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan, saya kecewa dan prihatin serta menyesali penerbitan undang-undang ini,” ujarnya.

Ditegaskan, saat sidang paripurna, Fraksi PPP dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan memberikan catatan keras agar Kemennegkop dan UKM tidak ditempatkan di posisi sebagai penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi.

”Saya kecewa. Fokus pembangunan ekonomi ke depan seakan-akan mengabaikan masyarakat kecil yang biasanya bergerak di skala usaha mikro dan kecil,” kata Suryadharma.

Dana bergulir

Menurut Kepala Dinas Koperasi Nusa Tenggara Barat (NTB) Nur Asikin, kebijakan pemerintah pusat kerap membingungkan. Ini, misalnya, tampak pada kebijakan Dana Program Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) yang sebagian di antaranya untuk pemberdayaan ekonomi melalui dana bergulir.

Jika sebelumnya sejak tahun 2000 dana bergulir tidak dikembalikan, kini sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 99/ 2008 tentang Dana Bergulir, dana bergulir harus dikembalikan kepada negara.

”Kebijakan ini membingungkan. Kalau dibiarkan, akan menjadi masalah bagi kami yang melakukan pembinaan di lapangan,” kata Asikin.

Menko Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie menjelaskan, PNPM dikucurkan untuk menggerakkan ekonomi, khususnya pedesaan. Tahun ini total dana PNPM Rp 13,5 triliun.

PNPM, lanjut Aburizal, disalurkan untuk proyek infrastruktur ke kelompok masyarakat. Sebagian bisa digunakan untuk perkuatan modal, tetapi harus dikembalikan ke kelompok masyarakat desa.

Ditegaskan, dana bergulir untuk perkuatan modal tidak bisa disamakan dengan dana untuk proyek infrastruktur. ”Proyek infrastruktur adalah biaya habis, tidak perlu dikembalikan. Dana bergulir bukan biaya. Jadi, mesti dikembalikan ke kelompok masyarakat desa,” katanya. (OSA)

Tidak ada komentar: