Rabu, 01 April 2009

Restrukturisasi Mesin TPT Dialokasikan Rp 240 Miliar


Rabu, 1 April 2009 | 03:35 WIB

Jakarta, Kompas - Setelah berjalan selama dua periode, program restrukturisasi mesin serta peralatan tekstil dan produk tekstil kembali dialokasikan pemerintah sebesar Rp 240 miliar.

Walaupun realisasi penyaluran bantuan pembiayaan pada periode-periode sebelumnya belum optimal, Departemen Perindustrian tetap mempertahankan dua pilihan model pembiayaannya.

Skim pertama berupa bantuan potongan harga pembelian mesin, sedangkan skim kedua yang umumnya dimanfaatkan oleh usaha kecil dan menengah, berbentuk pinjaman pembiayaan atas pembelian mesin dengan suku bunga rendah melalui penyertaan modal.

Peluncuran program restrukturisasi mesin tekstil dan produk tekstil (TPT) tersebut disampaikan Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin Tekstil dan Aneka (ILMTA) Depperin Ansari Bukhari, didampingi Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Benny Soetrisno di Jakarta, Selasa (31/3).

Program restrukturisasi mesin TPT sudah berlangsung sejak akhir April 2007. Dari alokasi tahun 2007 sebesar Rp 255 miliar, sebanyak 92 industri TPT telah memanfaatkan program ini dengan total penyerapan sebesar Rp 153,31 miliar.

Bantuan ini telah menstimulasi terjadinya 10 kali lipat investasi yang dilakukan dunia usaha senilai Rp 1,55 triliun. Alokasi dana tahun 2008 sebesar Rp 330 miliar telah dimanfaatkan oleh 175 industri TPT, dengan total penyerapan Rp 181,7 miliar.

Penyerapan ini telah menstimulasi investasi mesin TPT sebesar Rp 1,71 triliun. Ansari mengatakan, besarnya animo industri TPT dalam memanfaatkan program ini membuat pemerintah mempertahankan kembali program ini.

Dari alokasi dana Rp 240 miliar, Depperin membagi untuk skim pertama sebesar Rp 213 miliar dan skim kedua sebesar Rp 27 miliar.

Soal minimnya penyerapan dana, Ansari mengatakan, ”Realisasi periode pertama kemungkinan disebabkan belum yakinnya dunia usaha tentang program stimulus pemerintah yang berguna dalam meningkatkan daya saing.”

Desakan dunia usaha

Pada periode kedua, jumlah peminat meningkat hampir dua kali lipat, dari 92 industri menjadi 175 industri. Walaupun pemanfaatan alokasi dana yang disediakan belum optimal, peminat meningkat, antara lain disebabkan mulai mencairnya kepercayaan perbankan terhadap industri TPT yang sebelumnya dianggap sebagai sektor yang memiliki risiko tinggi.

Adanya program ini dipicu oleh desakan dunia usaha, khususnya industri TPT, yang sulit bersaing di pasar internasional.

Masalah yang dihadapi, antara lain, kondisi mesin yang semakin tua, penurunan daya saing karena negara-negara pesaing sudah mengadopsi mesin berteknologi baru, sementara produk TPT China membanjiri pasar. Selain itu, industri TPT sulit mengakses sumber-sumber pembiayaan.

Benny mengatakan, model pembiayaan semacam ini belum mendorong perbankan atau lembaga keuangan untuk mendorong pertumbuhan industri TPT.

”Dalam skim dua, industri TPT yang umumnya UKM dituntut memiliki neraca keuangan yang baik. Pembayaran pajaknya harus dilaporkan secara baik. Bank Syariah Mandiri yang dilibatkan dalam program ini diharapkan memberikan pembinaan bagi UKM,” tutur Benny. (OSA)

Tidak ada komentar: