Jumat, 03 April 2009

Realistis, tapi Tetap Optimistis



Oleh: Mirza Adityaswara
Chief Economist, Bank Mandiri Group


Masyarakat Jakarta hari Jumat pekan lalu dikejutkan dengan berita sedih, yaitu jebolnya tanggul Situ Gintung yang menelan banyak korban jiwa. Kita lihat, reaksi masyarakat Indonesia menolong sesamanya sangat besar, suatu sifat positif bangsa ini yang harus selalu kita jaga.

Semoga musibah seperti ini bisa kita hindari di masa depan dengan melakukan antisipasi sedini mungkin, meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan, dan terus berkoordinasi antarinstansi.

Di bidang ekonomi, kita juga sangat memerlukan kemampuan antisipasi dan koordinasi. Kita membaca, akhir pekan lalu, Bank Indonesia (BI) kembali menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2009 menjadi 3,0 persen-4,0 persen karena dampak negatif resesi ekonomi dunia.

Dibandingkan pertumbuhan ekonomi 6,1 persen yang berhasil dicapai pada 2008, pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan hanya sekitar 3,5 persen pada 2009 adalah suatu penurunan yang drastis. Di sektor riil, data ekonomi memang menunjukkan terjadinya perlambatan ekonomi yang signifikan. Mereka yang bekerja di sektor ekspor dan impor adalah yang paling merasakan dampak resesi ekonomi dunia. Angka ekspor bulanan turun drastis dari 12,8 miliar dolar AS (Juni 2008) menjadi 7,1 miliar dolar AS (Januari 2009).

Nilai impor turun drastis dari 10,7 miliar dolar AS (Juli 2008) menjadi 5,1 miliar dolar AS (Januari 2009). Penurunan daya beli masyarakat sudah terasa. Penjualan alat berat pada dua bulan 2009 di sektor pertambangan dan perkebunan yang didistribusikan oleh United Tractor turun 49 persen dibandingkan Januari-Februari 2008.

Pada Februari 2009, penjualan mobil turun 27 persen dan sepeda motor turun 11 persen terhadap Februari tahun lalu. Penjualan semen di pasar domestik turun tiga persen terhadap Februari 2008. Sedangkan, pertumbuhan kredit perbankan dari Desember sampai pertengahan Maret kecil sekali, hanya sekitar Rp 1 triliun.
Kita memang harus realistis menghadapi kenyataan pemburukan ekonomi. Tapi, kita juga harus tetap optimistis, menunggu perkembangan positif di Amerika Serikat (AS). Di seluruh dunia, pemburukan data-data ekonomi masih terjadi.

Tapi, di lain pihak, pasar saham di berbagai belahan dunia malah menunjukkan peningkatan dalam dua minggu terakhir. Apa yang menyebabkan investor pasar keuangan berspekulasi membeli saham di berbagai negara, sedangkan data-data ekonomi global sebenarnya belum pulih?

Di sinilah seninya membaca perilaku pasar keuangan. Investor pasar keuangan selalu menjual dan membeli sebelum data-data fundamental ekonomi secara permanen menurun atau meningkat. Contohnya, investor pasar keuangan mulai menjual saham di seluruh dunia sejak kuartal IV/2007.

Padahal, pada saat itu belum ada tanda-tanda resesi ekonomi dunia bakal melanda dunia pada 2009. Banyak investor pasar keuangan sudah melihat bakal adanya kerusakan ekonomi global setelah mereka mendengar naiknya kredit bermasalah subprime mortgage di perbankan Amerika. Kekhawatiran tersebut yang membuat pasar saham mulai turun sejak kuartal IV/2007 dan semakin parah di semester II/2008.

Berita gembira yang membuat investor pasar keuangan antusias adalah kabar tentang rencana Pemerintah Amerika mengambil alih kredit macet (Itoxic asset) dari perbankan Amerika sebanyak satu triliun dolar AS. Walaupun jumlah satu triliun dolar AS masih kurang, kebijakan ini diharapkan menolong perbankan Amerika untuk kembali berfungsi memberikan kredit.

Berita lain, bank sentral AS berkata akan menambah pemberian kedit langsung ke sektor riil sampai jumlah satu triliun dolar AS. Praktik ini sama dengan mencetak uang. Tapi, pada saat ini, kebijakan tersebut tampaknya memang dibutuhkan berhubung perbankan Amerika sedang rugi dan modalnya tergerus signifikan sehingga tidak mampu memberikan kredit.

Pencetakan mata uang dolar telah membuat persepsi negatif terhadap dolar sehingga dolar AS melemah. Akibatnya, rupiah menguat beberapa hari terakhir. Investor saat ini sudah terbiasa mendengar berita negatif, asalkan berita tersebut sesuai ekspektasi awal. Contohnya, pertumbuhan ekonomi Amerika turun 6,3 persen di kuartal IV/2008 yang tidak membuat pasar keuangan panik. Investor pasar keuangan saat ini haus akan berita positif.

Investor berusaha mencari informasi, apakah pasar keuangan sudah mencapai titik terbawahnya. Kita tidak tahu pasti kapan itu tercapai. Tapi, investor antusias ketika direksi Citigroup dan Bank of Amerika mengatakan, dalam dua bulan pertama di 2009, kedua bank tersebut memiliki kinerja yang lebih baik daripada kwartal IV/2008.Investor semakin optimistis ketika data penjualan rumah di Amerika pada Februari 2009 meningkat 4,7 persen dibandingkan Januari dan pembelian durable goods naik 3,4 persen pada bulan yang sama.

Berita-berita positif tersebut membuat indeks bursa Dow Jones, Eropa, dan bursa Asia meningkat. Indeks bursa saham Indonesia sudah meningkat delapan persen sejak awal tahun. Imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) rupiah membaik dari 14 persen menjadi 12 persen dalam waktu satu bulan. Tanda-tanda positif lain yang menunjukkan bahwa penurunan ekonomi mungkin sudah mencapai titik terbawah adalah naiknya Baltic Dry Index, yaitu indeks tarif angkutan kargo laut yang sudah meningkat 121 persen sejak awal tahun.

Bagaimana kita menerjemahkan data-data ekonomi Indonesia supaya kita mendapat rasa optimisme? Contohnya, data penjualan mobil. Walaupun penjualan mobil pada Februari turun 27 persen terhadap Februari 2008, dibandingkan Januari 2009, angka tersebut naik sembilan persen. Data penjualan sepeda motor Februari, walaupun turun 11 persen terhadap Februari tahun lalu, sebenarnya meningkat 13 persen ketimbang Januari 2009.

Data penjualan semen Februari 2009 memang turun 11 persen dibandingkan Januari, tapi penjualan semen selama dua bulan tahun 2009 hanya turun tiga persen dibandingkan Januari-Februari 2008. Jadi, bila nantinya volume penjualan semen di akhir 2009 turun enam persen, hal tersebut masih menunjukkan daya tahan ekonomi kita yang cukup kuat.

Bayangkan saja, ekonomi Singapura, Taiwan, Hong Kong, dan Jepang tahun ini diperkirakan turun sebanyak empat persen sampai tujuh persen tahun ini. Sedangkan, ekonomi Indonesia diharapkan masih tumbuh positif sekitar empat persen. Jadi, marilah kita hadapi resesi ekonomi dunia ini dengan realistis, tapi tetap dengan optimisme sambil melakukan antisipasi menghadapi penurunan pertumbuhan ekonomi dan kerja keras berkoordinasi agar aktivitas ekonomi bisa terus berjalan.

Tidak ada komentar: