Kamis, 04 Juni 2009

Kebijakan BI Tak Sejalan Bank

Jakarta, Kompas - Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia di Jakarta, Rabu (3/6), mengumumkan, rasio kredit bermasalah gross (sebelum dikurangi pencadangan) perbankan nasional per akhir April 2009 sebesar 4,6 persen, sedangkan bulan sebelumnya sebesar 4,5 persen.

Rapat juga memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan BI (BI Rate) sebesar 25 basis poin (bp) menjadi 7 persen. Penurunan BI Rate sejak Desember 2008 telah direspons oleh penurunan suku bunga deposito sebesar 136 bp.

Namun, suku bunga kredit modal kerja hanya turun sebesar 31 bp. Saat ini, suku bunga kredit masih berada di kisaran 13,5-14,5 persen per tahun.

Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi, kebijakan BI tidak sejalan dengan bank-bank komersial. Ini sangat mengherankan pengusaha, karena di luar negeri penurunan bunga acuan segera diikuti oleh bank komersial.

”Bank-bank di Indonesia sangat membingungkan. Bank komersial lebih suka memutarkan uang nasabah ke surat utang negara dan obligasi pemerintah. Bank juga lebih suka ’main’ kreditnya ke proyek-proyek yang dijamin pemerintah,” ujar Sofjan.

Hal senada diungkapkan Ketua Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno. BI Rate, kata dia, hanya indikator, pengusaha lebih mengharapkan aplikasi pengucuran kredit dengan bunga rendah yang menggairahkan sektor riil untuk modal kerja dan investasi. ”Bunga komersial masih dipatok 14-16 persen. Bank kelihatannya lebih suka memilih tempat ’beternak’ uangnya di SUN, ORI, dan sukuk yang bunganya 9-11 persen,” kata Benny.

GPEI mengusulkan agar pemerintah mengevaluasi kembali jumlah maksimum SUN, ORI, dan sukuk agar sektor riil bisa bergerak.

Penurunan bunga dana

Ekonom BNI, Ryan Kiryanto, mengatakan, pada tahap awal bank-bank harus memaksakan penurunan bunga dana dan memberikan klarifikasi kepada para pemilik dana, terutama deposan besar, kenapa bunga dana harus turun.

”Selama ini beberapa bank kesulitan menurunkan bunga kredit karena bank masih memiliki dana mahal dalam bentuk deposito. Untuk kepentingan yang lebih luas, sebaiknya pemilik dana besar jangan reaktif dengan memindahkan dananya ke bank lain atau ke instrumen investasi lain jika bank menurunkan bunga dana,” ujar Ryan.

Ketua Komite Tetap Perdagangan Dalam Negeri Kadin Indonesia Bambang Soesatyo mengatakan, penurunan BI Rate kali ini harus diikuti dengan penurunan suku bunga pinjaman dan deposito.

”Tanpa konsekuensi itu, penurunan BI Rate tak punya makna. Kalau concern pada pemulihan sektor riil, penguatan daya beli dan penurunan harga barang, suku bunga kredit saat ini mestinya sudah di bawah 11 persen,” tutur Bambang.

Saat ini seluruh faktor yang membentuk harga atau suku bunga kredit telah membaik kondisinya. Dengan demikian, sebenarnya sudah tidak ada alasan bagi perbankan untuk tetap memasang suku bunga kredit yang tinggi karena hanya akan menghambat geliat perekonomian.

Salah satu faktor yang belakangan makin membaik kondisinya adalah risiko kredit, yang tecermin dari rasio kredit bermasalah (NPL).

Harga atau bunga kredit terbentuk oleh empat faktor, yaitu biaya dana, biaya operasional, premi risiko, dan margin keuntungan.

Biaya dana merupakan ongkos untuk membayar bunga dana masyarakat, seperti deposito dan tabungan. (faj/osa)

Tidak ada komentar: