Kamis, 04 Juni 2009

Butuh Investasi Rp 1.700 Triliun

Jakarta, Kompas - Indonesia membutuhkan penanaman modal senilai Rp 1.700 triliun untuk mendorong pertumbuhan investasi 7,1-7,6 persen pada 2010. Jika itu tidak terpenuhi, dikhawatirkan pertumbuhan ekonomi yang diproyeksikan 5-6 persen tidak akan terealisasi.

Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Jabatan Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan hal itu dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR di Jakarta, Rabu (3/6).

Dana investasi tersebut, kata Sri Mulyani, diharapkan datang dari tujuh sumber, yakni pertama dari penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri Rp 470 triliun-Rp 490 triliun.

Kedua, dari anggaran belanja modal badan usaha milik negara Rp 225 triliun-Rp 230 triliun.

Ketiga, dari anggaran belanja modal pemerintah, di APBN dan APBD, Rp 155 triliun-Rp 175 triliun. Keempat, dari perbankan sebesar Rp 298 triliun-Rp 308 triliun.

Sumber kelima dari laba ditahan pada perusahaan senilai Rp 40 triliun-Rp 44 triliun. Keenam, dari pasar modal, antara lain penerbitan saham perdana Rp 96 triliun-Rp 100 triliun. Ketujuh, dari sumber lain sebesar Rp 350 triliun.

”Dengan dorongan investasi itu, kami proyeksikan nominal PDB (produk domestik bruto) tahun 2010 di level Rp 6.000 triliun. Ini dengan catatan, perbankan bisa lebih mendorong investasi jika suku bunga lebih rendah lagi,” tutur Sri Mulyani.

Selain faktor investasi, pertumbuhan ekonomi 5-6 persen tahun 2010 bisa dicapai jika konsumsi rumah tangga tumbuh di kisaran 4,2-4,8 persen. Di sisi lain, konsumsi pemerintah diharapkan tumbuh 6-6,7 persen dan ekspor tumbuh 5-7 persen.

Menurut pengamat ekonomi, A Prasetyantoko, hingga tahun depan sebagian besar faktor pendukung pertumbuhan ekonomi masih akan tertekan.

Ekspor, misalnya, masih akan tetap rendah, sementara permintaan dalam negeri stagnan dan investasi relatif kecil.

Pemerintahan mendatang, kata Prasetyantoko, perlu memanfaatkan momentum untuk menarik dana-dana internasional, baik modal jangka pendek maupun investasi jangka panjang. Keduanya hanya bisa ditarik dengan meningkatkan kepercayaan pemilik dana.

”Jadi, momentum yang harus diciptakan adalah kepercayaan kepada pemerintah baru, bahwa mereka memiliki sesuatu yang baru, yakni strategi, pendekatan, dan implementasi pelembagaan,” tuturnya.

Adapun anggota Komisi XI DPR dari Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP), Sofyan Usman, mengingatkan pemerintah agar lebih ketat mengawasi rencana anggaran pada setiap kementerian dan lembaga nondepartemen. Hal ini karena kementerian dan lembaga nondepartemen cenderung memperbesar rencana anggaran, tetapi di akhir tahun tidak dapat menyerapnya.

”Akibatnya, menambah SAL (sisa anggaran lebih). Padahal, untuk menutup rencana anggaran mereka, pemerintah harus berutang. Pada akhirnya, rakyat yang dikorbankan,” kata Sofyan.

Kepastian hukum

Sementara itu, menurut pengamat pajak, Darussalam, perlunya kepastian hukum, terutama di bidang perpajakan. Calon investor memberi perhatian utama pada kepastian perhitungan ongkos dan laba hasil investasinya nanti.

”Saat ini masih banyak masalah hukum pajak yang perlu dibenahi,” kata Darussalam.

Dia menjelaskan, bagi investor, bukan masalah besaran uang yang harus mereka tanamkan, tetapi kepastian biaya pajak yang harus mereka bayar. ”Sehingga besaran penghasilan dan laba operasinya bisa dengan mudah diketahui,” tutur Darussalam. (OIN)

Tidak ada komentar: