Kamis, 11 Juni 2009

Harga Minyak di Atas 71 Dollar AS


Pemulihan Ekonomi Dikhawatirkan Tidak Stabil

Vienna, Rabu - Harga minyak melewati 71 dollar AS per barrel pada perdagangan Rabu (10/6). Harga tersebut merupakan yang tertinggi sepanjang 2009. Batas psikologis 70 dollar AS sudah terlewati karena para investor mengguyur dana investasi di bursa berjangka minyak untuk antisipasi pemulihan.

Para investor menyerbu komoditas minyak karena ingin melindungi dana dari gerusan inflasi serta mengamankan diri dari depresiasi dollar AS.

Minyak asal AS jenis light sweet untuk pengiriman Juli naik 1,35 persen menjadi 71,36 dollar AS per barrel.

Harga minyak telah naik lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan tiga bulan lalu. Salah satu pemicunya adalah harapan soal pemulihan ekonomi yang berarti akan ada peningkatan permintaan minyak.

Mereka mengabaikan data-data, seperti angka pengangguran AS yang mencapai 9,4 persen pada Mei lalu. Ini seharusnya merupakan pertanda bahwa permintaan minyak tetap lemah.

Meski demikian, pada hari Selasa lalu, dalam satu hari per dagangan saja, harga minyak jenis itu naik pesat 1,92 dollar AS menjadi 70,01 dollar AS per barrel.

”Saya tidak akan terkejut jika harga minyak akan mencapai 80 dollar AS per barrel dalam satu atau dua pekan. Momentumnya sangat kuat,” ujar Gerard Rigby, analis energi pada Fuel First Consulting di Sydney.

Melemahnya kurs dollar AS dan stimulus ekonomi dapat menyebabkan inflasi. Faktor ini turut meningkatkan permintaan di pasar berjangka minyak.

Selasa lalu, rata-rata harga minyak sebesar 67 dollar AS per barrel. Harga tersebut sekitar 16 persen lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata harga minyak pada semester pertama 2009. Harga ini melampaui perkiraan sebelumnya.

Sebulan lalu, Badan Energi Internasional (EIA) memperkirakan harga rata-rata minyak pada semester kedua 2009 sebesar 55 dollar AS.

Masih khawatir

Kenaikan itu tetap terasa aneh. Di satu sisi, data ekonomi dari sejumlah negara kaya di dunia memperlihatkan masa-masa terburuk krisis mungkin telah usai.

Di China, mesin pertumbuhan global dalam beberapa tahun ini, ouput pabrik naik dengan kecepatan tinggi pada Mei sejak September lalu.

Data output Inggris pada April juga naik. Output Italia juga naik setelah 11 bulan berurut-turut sempat melemah.

Data ekonomi global sudah membaik dalam beberapa pekan terakhir.

Namun, para ekonom memperingatkan kesulitan masih akan dihadapi beberapa negara.

Dengan tingkat suku bunga obligasi pemerintah yang semakin tinggi, tingkat pengangguran yang tidak kunjung surut, serta harga minyak yang terus naik dalam enam bulan terakhir, pertanyaan baru pun muncul. Apakah pemulihan ekonomi global akan berkesinambungan?

Sebagian investor menyatakan khawatir apabila data ekonomi di seluruh penjuru dunia mengecewakan kemudian membuat para investor kembali pesimistis.

Sistem finansial telah terselamatkan dari kejatuhan yang dalam. Namun, para investor masih menantikan perbankan yang belum mengucurkan kredit. Sejauh ini perbankan masih sibuk untuk memperbaiki neraca keuangan dari kredit bermasalah akibat mengalami kemacetan di sektor perumahan AS.

”Ada harapan berlebihan bahwa kenaikan harga komoditas merupakan sinyal pemulihan ekonomi,” kata Kirby Daley, dari Newedge Group di Hongkong. ”Namun, fundamental ekonomi belum meyakinkan. Saya kira para investor bertindak berdasarkan perhitungannya sendiri,” katanya. (AP/AFP/Reuters/joe)

Tidak ada komentar: