Sabtu, 11 Juli 2009

Keberpihakan (Koperasi)

Susidarto

Hingga usia 62 tahun (12 Juli 2009), gerakan koperasi masih berjalan tertatih-tatih. Hampir tak terlihat kemajuan yang diraih.

Sebaliknya, yang sering didengar justru sederet stigma negatif, seperti koperasi jadi-jadian, koperasi merpati, koperasi yang tidak profesional, koperasi yang terpaksa ditutup karena tidak ada kegiatan, amatiran, dan tidak becus bisnis. Ibarat kendaraan, hingga kini koperasi Indonesia jalan di tempat.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Koperasi, khususnya Pasal 63, menyebutkan, dalam rangka pemberian perlindungan kepada koperasi, pemerintah dapat, pertama, menetapkan bidang kegiatan ekonomi yang hanya boleh dilakukan (dikerjakan) koperasi.

Kedua, menetapkan bidang kegiatan ekonomi di suatu wilayah yang berhasil diusahakan oleh koperasi untuk tidak diusahakan badan usaha/pebisnis lain.

Ketentuan ini tegas mencerminkan komitmen pemerintah dalam memperkuat pertumbuhan dan perkembangan koperasi sebagai suatu bangun perusahaan yang diamanatkan UUD 1945. Bidang yang dilindungi adalah yang terkait erat kegiatan ekonomi rakyat. Pelaksanaannya dinamis dengan mempertimbangkan aspek keseimbangan terhadap keadaan dan kepentingan ekonomi nasional serta aspek pemerataan berusaha.

Keberpihakan

Studi perbandingan di beberapa negara memperlihatkan keberpihakan semacam itu. Keberpihakan kepada koperasi dan pengusaha kecil sudah dilakukan banyak negara. Di India, misalnya, ada 1.400 produk barang dan jasa (sejak 1992) yang hanya boleh diusahakan oleh usaha kecil dan koperasi (commodity reservation scheme).

Di Jepang dan negara-negara Eropa juga ada perlindungan terhadap nelayan. Pantai-pantai di Jepang, misalnya, dikapling-kapling untuk koperasi sekaligus dipercaya dapat melindungi kelestarian alam lingkungan.

Sebab, memang ada sumber daya tertentu yang harus diberikan kepada masyarakat setempat dan tidak dapat dibebaskan untuk usaha bisnis dari luar daerah. Bahkan, reklamasi kawasan pantai oleh pihak-pihak tertentu harus mendapat izin dari induk koperasi setempat. Ternyata upaya ini membuahkan hasil. Koperasi setempat berkembang luar biasa.

Sementara itu, di sektor pertanian, untuk menghitung efisiensi usaha pertanian, koperasi setempat diminta melakukan perhitungan dan menentukan kelayakan/efisiensi serta efektivitas lahan pertanian. Tujuannya adalah untuk menjaga optimalisasi hasil pertanian.

Di AS, koperasi juga mendapat perhatian khusus. Di sana ada semacam peraturan yang diberlakukan guna melindungi usaha kecil (termasuk koperasi), yaitu Small Business Act (SBA). Tujuannya adalah mewujudkan tata perekonomian yang baik dan untuk menjamin stabilitas nasional yang dinamis. Kedua tujuan itu dapat dicapai dengan baik apabila kompetisi terjamin dan berkembang. Makna yang dapat ditarik dari kebijakan SBA adalah perlunya mengembangkan potensi koperasi sehingga mampu berpartisipasi dalam sistem perekonomian AS yang notabene amat liberal itu.

Indonesia

Hal yang kontras justru terjadi di Indonesia. Di negeri ini, koperasi dianaktirikan dan sengaja ”dibonsai”. Dalam masalah pembinaan, misalnya, yang selama ini berkiprah hanya Kementerian Negara Koperasi dan UKM. Pembinaan yang dilakukan kementerian ini juga tidak full heart dengan intensitas tinggi, tetapi cenderung sporadis dan serba tanggung. Gerakan koperasi seolah dibiarkan berjalan sendiri. Ada kesan, gerakan ini mulai kembali diperhatikan bersamaan Hari Koperasi, 12 Juli. Selebihnya, sama sekali tidak ada gaung, sepi, sunyi, senyap.

Padahal, kalau ingin maju seperti negara lain, koperasi harus dibina departemen teknis terkait. Koperasi yang bergerak di bidang pertanian selayaknya dibina Departemen Pertanian, koperasi di bidang perdagangan dibina Deperindag, koperasi simpan pinjam dibina Depkeu (atau bahkan BI), koperasi lainnya juga dibina oleh departemen teknis terkait.

Di sini, hal seperti itu langka, bahkan belum pernah dilakukan. Padahal, pembinaan lintas sektoral, antardepartemen dengan kementerian negara semacam ini penting dilakukan, tentu dilandasi bentuk kerja sama yang win-win dan semangat memajukan perekonomian rakyat.

Memang, sudah ada beberapa keberpihakan dari pemerintah, seperti kebijakan di bidang penyaluran pupuk, pengadaan pangan, pembelian cengkeh, dan sebagainya. Namun, bentuk perlindungan usaha semacam itu tidaklah utuh sebab sektor lain di luar koperasi masih dominan dalam kegiatan usaha yang dilindungi itu, misalnya masalah cengkeh, tata niaga jeruk, pengadaan pupuk, pengadaan susu, dan lainnya. Sektor usaha swastalah yang cenderung memiliki akses dari hulu ke hilir (dari industri manufaktur hingga akses pemasaran) sehingga koperasi berperan kecil dalam bisnis besar.

Setengah hati

Dalam pengembangan koperasi, keberpihakan pemerintah memang masih setengah hati. Fenomena semacam inilah yang justru sering menghancurkan koperasi. Karena itu, keberpihakan kepada koperasi harus diperluas, didahului kebijakan yang bersifat struktural. Namun, kebijakan itu sebaiknya diikuti kebijakan pendukung sehingga akan mendorong kemajuan koperasi. Kebijakan pendukung itu antara lain kebijakan di bidang perkreditan, perpajakan, tata niaga, investasi, perizinan, dan kebijakan lain, yang bertujuan mengonsolidasikan, mengembangkan potensi dan kehidupan koperasi, sekaligus mampu memajukan koperasi itu sendiri.

Dirgahayu koperasi.

Susidarto Mantan Pengurus Koperasi

Tidak ada komentar: