Minggu, 10 Mei 2009

DI BALIK PENUTUPAN BANK IFI (BAGIAN III)


LPS RAGU SOAL ASET BANK IFI

Lembaga penjamin belum menyentuh aset pribadi pemilik.

Sejak memutuskan menyetujui keputusan Bank Indonesia melikuidasi Bank
IFI pada 17 April lalu, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) seperti dikejar-kejar waktu saban hari. Lembaga ini cuma punya waktu dua pekan untuk merampungkan verifikasi data nasabah. LPS mesti memilah nasabah yang berhak mendapat jaminan.

Saat Bank IFI ditutup, ada 9.600 rekening dengan saldo hingga Rp 2 miliar, batas maksimal simpanan yang dijamin LPS. Total simpanan di rekening itu mencapai Rp 160,4 miliar. Sedangkan 69 rekening lain berisi simpanan di atas 2 miliar dengan total nilai Rp 191,4 miliar. Beberapa simpanan malah diberi bunga 10-12 persen atau di atas suku bunga yang dijamin LPS.

Selama proses verifikasi data nasabah dan penelusuran dokumen bank, LPS semakin yakin ada yang meragukan pada bank ini, terutama soal aset bank. Direktur Klaim dan Resolusi Bank LPS Noor Cahyo menyatakan mulai ragu aset Bank IFI bakal cukup menutup semua kewajiban yang harus dipenuhi.

Meski demikian, Noor Cahyo tak ingin keburu memvonis aset bank ini tak cukup melunasi kewajiban.

Sebab, kepastian jumlah aset belum ditetapkan. Apalagi sebelum menentukan jumlah aset, LPS mesti mengkaji neraca bank yang dibuat manajemen saat bank itu tutup warung. “Neraca itu merupakan titik awal bagi LPS bekerja,” kata Noor Cahyo kepada Tempo kemarin.

Indikasi keuangan bank yang kembang-kempis diungkapkan karyawan yang enggan disebut namanya. Total uang kas di kantor pusat dan enam cabang saat bank ditutup cuma Rp 250 juta.

“Padahal untuk menutup gaji karyawan saja butuh Rp 650 juta,” katanya. Bank IFI memiliki 108 orang pegawai tetap dan sekitar 80 pegawai kontrak.

Sebagai bank papan bawah, jumlah transaksi di Bank IFI memang terbilang kecil. Bahkan pinjaman uang antarbank sampai Maret 2009 cuma Rp 8 miliar. Belum lagi asetnya yang tidak semua dalam bentuk aset yang likuid.

“Bank ini sulit masuk ke pasar retail,” kata mantan pejabat level menengah di Bank IFI. Karena itu, jumlah nasabah korporasi lebih besar dibanding nasabah retail.

Menurut sumber tadi, Bank IFI memang banyak ditopang aset yang nonlikuid, seperti tanah dan properti. “Aset itu biasanya berawal dari aset sitaan,” katanya.

Dia mencontohkan aset tanah di perumahan Bintara, Bekasi, Jawa Barat. Tanah dan properti inilah yang dicatatkan sebagai aset bank dalam laporan keuangan.

Keberadaan aset nonlikuid di Bank IFI dibenarkan oleh Direktur Pemeriksaan Bank 1 Bank Indonesia Boedi Armanto. “Memang ada aset pemegang saham pengendali untuk dijual atau dijadikan tambahan setoran modal,” kata Boedi. Bank sentral, kata dia, tidak melarang setoran aset nontunai sepanjang bisa menambah nilai perusahaan dan tidak meningkatkan risk exposure bank.

Tidak ada komentar: