Jumat, 27 Februari 2009

Telekomunikasi


Melemahnya Rupiah Menggerus Laba
Jumat, 27 Februari 2009 | 00:54 WIB

Jakarta, Kompas - Perusahaan telekomunikasi terkena dampak melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Meski rata-rata pendapatan perusahaan telekomunikasi tahun 2008 meningkat dibandingkan dengan pendapatan tahun 2007, laba bersih yang mereka raih menurun.

Direktur Utama PT Indosat Johnny Swandi Sjam di Jakarta, Kamis (26/2), dalam pemaparan Kinerja Indosat tahun 2008, menyatakan, tahun 2008 Indosat membukukan pendapatan usaha Rp 18,66 triliun, atau meningkat 13 persen dibanding 2007. Adapun laba usaha 2008 tercatat Rp 4,73 triliun, atau tumbuh 5 persen dibanding 2007.

Namun, pertumbuhan pendapatan dan laba usaha yang relatif tinggi itu tidak memberikan pertumbuhan laba bersih bagi Indosat. Tahun 2008, Indosat dengan total 36,5 juta pelanggan hanya membukukan laba bersih Rp 1,88 triliun, atau turun 8 persen dibanding 2007.

Menurut Direktur Keuangan Indosat Wong Heang Tuck, penurunan laba bersih itu disebabkan kerugian nilai tukar akibat terdepresiasinya rupiah terhadap dollar AS pada triwulan IV/2008. Besar kerugian nilai tukar yang ditanggung Indosat mencapai Rp 886 miliar.

Untuk mengantisipasi fluktuasi nilai tukar, lanjut Wong, Indosat telah melakukan lindung nilai, tetapi hanya 52 persen dari total obligasi dan utang perseroan dalam bentuk dollar AS.

Kerugian akibat melemahnya nilai tukar rupiah juga disampaikan Presiden Direktur Excelcomindo Pratama Hasnul Suhaimi. Dia menjelaskan, Excelcomindo membukukan pendapatan Rp 12,156 triliun, atau naik 45 persen dibanding 2007, tetapi menderita kerugian Rp 15 miliar akibat biaya insidental dan perkembangan nilai tukar rupiah yang kurang menguntungkan.

Direktur Pemasaran Indosat Guntur Siboro memperkirakan, perang tarif di antara perusahaan telekomunikasi di Indonesia tahun 2009 tidak seagresif tahun lalu. Penurunan itu disebabkan tarif telekomunikasi di Indonesia secara umum sudah murah, hanya sekitar 1 sen dollar AS atau Rp 110 per menit. ”Tarif itu termasuk paling murah di dunia, sama dengan India dan Thailand. Kalaupun bisa diturunkan akan sangat terbatas. Persaingan tarif ke depan tidak seketat tahun lalu,” kata Guntur. (REI)

Tidak ada komentar: