Kamis, 12 Februari 2009

Lirik "Neo-sosialisme"

Kamis, 12 Februari 2009 | 01:00 WIB

Oleh William Chang

Patukan Gerindra dan serudukan PDI-P membedah kesejahteraan nasib rakyat kecil. Seberapa jauh pemerintahan SBY-JK telah mengusahakan keadilan sosial bagi rakyat Indonesia?

Menangkis kritik sosial kedua parpol, Jubir Kepresidenan Andi Mallarangeng mengungkapkan adanya peningkatan income per capita, penyediaan lowongan kerja, dan kesinambungan pembangunan di seluruh Tanah Air. Usahawan/wati dirangkul dalam proses mengatasi krisis keuangan global. Sambil menggandeng negara donor (Jepang, RRC, dan Korsel), pemerintah berusaha memperbaiki hidup sosial.

Kritik parpol itu menantang SBY-JK untuk lebih mewujudkan kemanusiaan holistik. Jurang kesenjangan antara si kaya dan si miskin masih lebar. Dalam negara yang sama muncul kepincangan sosial yang mencolok. Suasana sosial ini sudah terkondisi sejak seorang anak dalam rahim ibunya.

Ketidakadilan sosial, kemiskinan (diduga berkisar sekitar 30 juta jiwa), premanisme, dan tindak anarki merupakan akibat dari kelemahan sistem dan manajemen sosial negara kita. Sanggupkah dalam lima tahun aneka warisan koruptif rezim terdahulu dibersihkan? Akankah SBY-JK lebih berani menegakkan keadilan tanpa pandang bulu?

Cita-cita sosialisme

Kini sedang berlangsung kampanye-kampanye ”neo-sosialis” yang memimpikan kesamaan/kesetaraan, keadilan, persaudaraan, dan kebebasan dalam masyarakat. Kelahiran masyarakat ini merupakan kritik sosial atas ketidakadilan sosial dalam hidup harian. Terjadi kontrol umum atas sarana produksi, distribusi, dan perdagangan. Acap kali paham ini tertukar dengan komunisme atau pemikiran Marxis. Alur-alur pemikiran demokrasi sosial yang sesuai demokrasi liberal umumnya terlepas dari paham Marxis.

Sebagai tren politis sayap kanan di Perancis tahun 1930-an dan di Belgia, yang mencakup sejumlah kecenderungan revisionis dalam SFIO, neo-sosialisme ingin menggapai cita-cita klasik sosialisme melalui jalur pajak kekayaan dan peraturan industri yang berat. Belakangan, gerakan neo-konservatif ala media massa AS menganggap neo-sosialisme sebagai pandangan ekonomi dari kubu lawan politik di AS, Kanada, Australia, dan Eropa.

Seberapa jauh patukan Gerindra dan serudukan PDI-P bersenggolan dengan paham ”neo-sosialisme” di negara-negara modern itu? Sampai batas tertentu, nada-nada kampanye mulai membangkitkan pengharapan kaum kecil, seperti petani, nelayan, dan buruh kasar. Mereka diiming-imingi masa depan yang lebih mantap, baik, adil, dan sejahtera. Hanya, bagaimanakah mimpi ini akan terwujud jika keadilan tidak diprioritaskan dalam law enforcement? Mungkinkah kesejahteraan turun dari langit dan muncul dari ladang tanpa kerja keras dalam bidang hukum positif?

”Option for the poor”?

Sebagai antitesis ketidakadilan masa kolonial, para arsitek negara kita melestarikan falsafah hidup berkeadilan sosial (hukum, politik, ekonomi, dan kebudayaan). Keadilan multidimensi ini diperteguh interdependensi sosial. Ketidakadilan dalam salah satu bidang hidup melahirkan ketidakadilan dalam bidang lain.

Benarkah gerakan ”neo-sosialisme” memperjuangkan idealisme preferential option for the poor? Ini masih perlu dibuktikan. Yang jelas adalah tanggung jawab moral negara untuk mengobarkan semangat setia kawan dengan kaum telantar, tertindas, dan terpinggirkan. Bagaimanakah mereka bisa disiapkan menjadi agen pembangunan bangsa?

Gagasan keadilan sosial ala Pancasila mengacu virtue of solidarity sesuai pengalaman hidup bangsa kita. Dalam Preferential option for the poor, Donal Dorr mengemukakan beberapa langkah konkret untuk mengatasi ketidakadilan struktural.

Pertama, berusaha mencabut akar ketidakadilan struktural di tengah masyarakat; kedua, mencegah semua bentuk kerja sama yang melahirkan ketidakadilan struktural; ketiga, mengambil tindakan-tindakan nyata menghadapi ketidakadilan struktural; keempat, diadakan kontrol sosial atas kebijakan pemerintah agar tidak memperkuat ketidakadilan ini dalam semua bidang pelayanan sosial.

Tentu, lirik ”neo-sosialisme” perlu diimbangi konsistensi perjuangan untuk mewujudkan kemanusiaan yang sungguh adil dan beradab. Kelahiran komunitas-komunitas (Gemeinschaft) yang berkeadilan sosial merupakan kampanye elegan yang tidak saling menyalahkan dan menyikut, tetapi saling bergandeng tangan untuk memperbaiki negara yang belum di-manage dengan baik. Bagaimanakah mesin politik SBY-(JK) dapat menyiasati program perbaikan negara?

William Chang Ketua Program Pascasarjana STT Pastor Bonus

Tidak ada komentar: