Jumat, 27 Februari 2009

Besaran PTKP Dipermasalahkan


Beban Hidup Minimal Sebaiknya Diperhitungkan
Jumat, 27 Februari 2009 | 00:57 WIB

Jakarta, Kompas - Penghasilan Tidak Kena Pajak yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dipermasalahkan di Mahkamah Konstitusi.

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang ditetapkan Rp 15,84 juta per tahun dinilai tidak memperhitungkan rata-rata beban hidup warga Indonesia yang mencapai Rp 60 juta per tahun.

”Penetapan PTKP sangat kecil, yaitu Rp 1,32 juta per bulan (setara Rp 15,84 juta per tahun). Itu tidak sesuai dengan kebutuhan hidup layak seperti yang dihitung ahli kami untuk tahun 2009, yakni Rp 6,9 juta per bulan,” ujar Gustian Djuanda, pemohon uji materi Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) sekaligus pengajar di sebuah Perguruan tinggi Swasta, seusai sidang pleno MK di Jakarta, Kamis (26/2).

Pemohon juga mempermasalahkan perbedaan antara PTKP istri yang memiliki pekerjaan dan istri yang tidak bekerja.

PTKP untuk istri yang bekerja ditetapkan Rp 15,84 juta per tahun atau sama dengan PTKP wajib pajaknya. Adapun PTKP untuk istri yang tidak bekerja hanya 8,3 persen dari PTKP istri yang bekerja. Akibatnya, beban riil pajak bagi wajib pajak yang istrinya tidak bekerja jauh lebih besar.

”Hal yang sama juga terjadi pada PTKP Tanggungan (anak) yang hanya ditetapkan 8,3 persen dari PTKP wajib pajaknya, jauh lebih kecil dibandingkan PTKP Tanggungan pada UU PPh lama (UU Nomor 17 Tahun 2000) yang ditetapkan 50 persen dari PTKP wajib pajaknya,” ujar Gustian.

PTKP yang ditetapkan berdasarkan beban hidup diusulkan karena penagihan pajak seharusnya dibebankan setelah semua beban hidup seorang wajib pajak dipenuhi terlebih dahulu.

Sebab, jika pajak dibebankan sebelum memperhitungkan ongkos, kesejahteraan wajib pajak akan terancam.

Bukan beban hidup

Saat menyampaikan keterangan pembuka dalam Sidang Pleno MK, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, pemerintah mana pun di dunia tidak pernah memperhitungkan beban hidup rata-rata warga negaranya pada saat menetapkan PTKP.

PTKP yang ditetapkan dalam UU PPh terbaru sudah memberikan keringanan kepada wajib pajak. Itu dimungkinkan karena PTKP sudah dinaikkan dari Rp 13,2 juta menjadi Rp 15,84 juta per tahun. PTKP itu jauh dari upah minimum provinsi (UMP), seperti UMP Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp 1 juta per bulan atau Rp 12 juta per tahun.

Nilai pajak yang tak dibayar akibat kenaikan PTKP itu secara nasional sebesar Rp 11,8 triliun. Pemerintah berharap penghematan pajak tersebut bisa memberikan penguatan pada daya beli masyarakat.

”Kami melihat pemohon ingin membuat perhitungan beban hidupnya sendiri untuk kemudian dijadikan standar internasional, padahal PTKP ini sudah sangat tinggi. Dengan demikian, kami menolak pendapat pemohon yang menyatakan bahwa ketentuan tentang PTKP itu tidak adil dan mengancam kehidupan generasi yang akan datang,” ujar Sri Mulyani.

Tuntutan atas PTKP juga pernah digelar pada Mahkamah Konstitusi Jerman pada tahun 1991.

Penuntut meminta PTKP ditetapkan setelah seluruh beban biaya sosial, seperti pendidikan, diperhitungkan. Permohohan itu dikabulkan begitu juga dengan PTKP atas tanggungan anak. (OIN)

Tidak ada komentar: