Rabu, 18 Februari 2009

Kapan Ekonomi Dunia Pulih?


Oleh: Umar Juoro


Perkiraan terhadap perkembangan perekonomian dunia berubah-ubah karena situasi yang tidak pasti. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan perekonomian dunia hanya akan tumbuh 0,5 persen pada 2009. Perkiraan ini jauh lebih kecil dibandingkan sebelumnya yang dua persen.

Para ekonom juga mengubah perkiraannya bahwa perekonomian Amerika Serikat (AS) akan pulih pada paruh pertama 2009. Mereka berpendapat, resesi di AS dapat berkepanjangan hingga sekitar tiga tahun.Bahkan, sejumlah ekonom memperkirakan perekonomian AS bakal mengalami permasalahan, seperti yang pernah dialami Jepang pada tahun 1980-an. Krisis di Jepang itu dikenal sebagai 'dekade yang hilang'.

Stimulus yang telah disetujui Kongres AS masih belum secara perinci dijelaskan, apalagi dilaksanakan. Perbankan di AS dan negara maju masih enggan untuk menyalurkan kredit. Sedangkan, permasalahan aset beracunnya (toxic assets) masih susah untuk diidentifikasi, apalagi diselesaikan.Implikasi bagi perekonomian Indonesia adalah IMF menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi dari 4,5 persen menjadi 3,5 peren. Itu pun dengan catatan program stimulasi dapat berjalan dan perekonomian dunia tidak memburuk.

Namun, pemerintah masih mengharapkan ekonomi tumbuh 4,5 persen dengan stimulus sekitar Rp 71 triliun atau defisit 2,5 persen dari produk domestik bruto (PDB). Akan tetapi, stimulus itu pun tidak begitu jelas pelaksanaannya. DPR masih membahas yang belum tentu dalam waktu dekat akan disetujui.Penurunan tarif pajak badan ataupun perorangan, yang sebenarnya merupakan konsekuensi dari UU Pajak, baru dimasukkan sebagai bagian dari stimulus. Proyek infrastruktur yang selama ini praktis tidak berjalan juga menjadi bagian penting dari stimulus.

PPn dan bea masuk yang ditanggung pemerintah untuk industri dan perusahaan tertentu adalah bagian lain dari stimulus. Selanjutnya, program yang berkaitan dengan pengentasan kemiskinan juga dimasukkan di dalamnya.Sayang sekali, program bantuan langsung tunai (BLT) dihentikan pada Februari ini. Padahal, program ini, sekali pun banyak kontroversinya, dapat membantu langsung masyarakat miskin untuk meningkatkan daya beli mereka.

Semestinya, pemerintah dan DPR memperbesar program ini dengan persyaratan yang dikaitkan dengan program tertentu, seperti pendidikan, kesehatan, dan pemenuhan kebutuhan pokok.Jika partai politik menganggap program ini hanya menguntungkan mereka yang berkuasa, bisa saja partai politik ikut aktif mendorong dan mengampanyekannya sebagai program mereka. Atau, bisa saja dengan nama lain. Yang penting adalah membantu masyarakat miskin.

Begitu pula Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) di tingkat kecamatan di beberapa daerah yang tidak mendapat dukungan pemerintah daerah karena dianggap menguntungkan secara politik partai yang berkuasa. Padahal, program ini sangat membantu masyarakat setempat dalam memberikan pekerjaan serta untuk membangun daerahnya. Pada saat menghadapi krisis dunia seperti sekarang ini, semestinya kekuatan politik saling mendukung untuk mengatasi dampak krisis pada masyarakat.

Sebagaimana telah kita ketahui, krisis ekonomi global sangat memukul ekspor dan menurunkan aliran dana dari luar negeri dalam bentuk investasi. Karena itu, kita sangat bergantung pada perekonomian domestik yang merupakan 70 persen dari PDB untuk menggerakkan perekonomian dan tidak jatuh pada resesi.

Untuk mendorong perekonomian domestik, perbankan yang sangat selektif dalam menyalurkan kredit mesti difasilitasi agar dapat berperan lebih besar. Sekalipun BI telah menurunkan BI Rate sebagai bunga acuan, penurunan bunga pinjaman berjalan lebih lambat. Aliran kredit perbankan sangat penting dalam menggerakkan perekonomian domestik.

Dengan melemahnya rupiah, harga barang impor menjadi semakin mahal. Tapi, ini membuka kesempatan bagi pengembangan barang substitusi impor yang diproduksi di dalam negeri. Dengan demikian, penurunan impor tidak menurunkan kegiatan ekonomi, tetapi justru memberikan peluang bagi pengembangan produk lokal. Kita berharap, begitu perekonomian dunia pulih, produk Indonesia dapat lebih kompetitif di pasar internasional.

Jelas bahwa pemulihan ekonomi global, terutama AS, tidak akan berjalan dalam waktu dekat. Keadaan ini harus diantisipasi dengan pengembangan ekonomi dalam negeri. Stimulasi ekonomi dari sisi fiskal dan penurunan bunga dari sisi moneter diharapkan dapat bersinergi mendorong perkembangan ekonomi domestik.

Tentu saja, stimulasi harus tepat sasaran dan dalam jumlah yang besar serta diupayakan langsung mengena pada perusahaan dan masyarakat, terutama yang berpendapatan rendah. Risiko nilai tukar harus diatasi dengan memperkuat cadangan devisa. Karena pemasukan dari ekspor cenderung menurun, kita harus melakukan pinjaman secara bilateral dan multilateral, antara lain melalui Inistiatif Chiang Mai yang masih tertunda.

Keadaan krisis global ini harus kita manfaatkan untuk membangun perekonomian dalam negeri yang lebih kuat, terutama di mana kita mempunyai keunggulan, seperti bidang pangan dan energi. Begitu pula sektor yang padat karya harus didorong pengembangannya.

Tidak ada komentar: