Kamis, 01 Januari 2009

Tahun Indonesia Kreatif 2009

Krisis Jadi Peluang bagi Ekonomi Kreatif 

Rabu, 31 Desember 2008 | 01:28 WIB 

Oleh Nur Hidayati


Saat krisis finansial Asia menghantam Indonesia pada 1998, Ardian Elkana mulai mengekspor produk animasi ke Amerika Serikat. Pada saat yang sama, Tonton Taufik memulai pemasaran mebel melalui internet. Hingga kini teknik pemasaran kreatif itu terus ia kembangkan, hingga ekspor mebel itu menembus lebih dari 50 negara.

Bagi Budiman, seorang arsitek, krisis 1998 juga mendatangkan berkah karena rencana pengembangan menara-menara yang semula ditangani arsitek asing dialihkan ke arsitek lokal. Bahan lokal untuk interior dan konstruksi pun lebih banyak dimanfaatkan.

Berangkat dari krisis 1998, sampai saat ini bisnis para pengusaha itu terus berkembang. Menghadapi krisis yang akan datang lagi, satu pesan penting mereka sampaikan: krisis adalah peluang untuk mengembangkan kegiatan ekonomi kreatif.

”Sepanjang sejarah dunia, perfilman selalu berkembang pada saat krisis, kebutuhan orang mencari hiburan tak berkurang. Perfilman itu bisnis yang tahan krisis,” ujar Mira Lesmana, produsen film laris manis Laskar Pelangi.

Di Indonesia, perfilman sebagai bagian dari kegiatan ekonomi kreatif memang sedang berkembang pesat. Mira mencatat, pada 1998, film Indonesia hanya dinikmati oleh 1 persen penonton bioskop. Saat ini, pangsa pasar film Indonesia berkembang, merebut 58 persen dari sekitar 45 juta penonton di bioskop.

”Masih banyak yang perlu dilakukan untuk mengembangkan perfilman Indonesia dan membuatnya bisa menembus pasar internasional. Saya yakin, krisis sekarang tidak menghalangi pengembangan itu,” ujar Mira.

Untuk jenis produk kreatif yang berbeda, Tonton Taufik berpendapat senada dengan Mira. Pengusaha mebel ini mengaku sangat jarang mengikuti pameran, tetapi ia berhasil terus memperluas pasar ekspor untuk produknya, berkat pemasaran melalui internet.

”Dengan teknik pemasaran yang kreatif ini, tidak ada low season, bahkan pada saat krisis,” ujarnya.

Tonton mengingatkan, di China sekitar 200 juta penduduk saat ini diperkirakan paham teknik promosi lewat internet. Adapun di Indonesia, baru sekitar 25 juta orang yang diperkirakan kenal internet, belum termasuk pemahaman bagaimana berjualan dengan internet.

Perlu keberpihakan

Krisis selalu menandai datangnya momentum untuk menjadikan potensi ekonomi domestik sebagai tumpuan pertumbuhan. Indonesia bukan saja kaya dengan sumber daya alam, tetapi juga dilimpahi keragaman latar sosial budaya. Dari situ, tak terbatas ide kreatif bisa digali.

Ekonomi kreatif didasarkan pada pengolahan atas ide, kreativitas, dan keterampilan individual untuk mengembangkan perekonomian berkelanjutan. Sejumlah 14 subsektor diidentifikasi sebagai industri kreatif, antara lain periklanan, arsitektur, kerajinan, desain, fashion, film, musik, seni pertunjukan, percetakan dan penerbitan, serta radio dan televisi.

Pemerintah telah merampungkan penyusunan cetak biru pengembangan ekonomi kreatif dengan target program dan pencapaian hingga 2025. Bersamaan dengan peringatan Hari Ibu 22 Desember 2008, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencanangkan tahun 2009 sebagai Tahun Indonesia Kreatif.

Tentang pencanangan itu, Poppy Dharsono, pendiri Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI), mengatakan, kampanye produk industri kreatif memang mesti didukung. Namun, banyak persoalan riil yang belum tersentuh ketika pemerintah sibuk dengan penyusunan konsep.

”Department store selama ini selalu memprioritaskan pengalokasian tempat untuk produk luar negeri. Kalau sedang masa krisis, produsen dalam negeri diminta mengisi prime space. Begitu keadaan membaik, kami digeser lagi ke posisi pinggir walaupun penjualan sebenarnya bagus,” ujar Poppy.

Sistem pembelian produk fashion lokal juga berbeda dengan produk impor. Merek-merek mahal dari luar negeri dibeli putus, sedangkan produk lokal dibeli dengan konsinyasi. Dengan begitu, produsen fashion lokal yang sebagian besar pengusaha kecil harus memiliki modal kerja sedikitnya untuk 6-9 bulan setelah melepas produknya ke pasaran.

Pemerintah tentu tak cukup sekadar mengimbau agar pusat perbelanjaan memberi ruang dan perlakuan yang lebih mendukung pada produsen lokal. Di berbagai negara di mana industri kreatif berkembang pesat, keberpihakan pemerintah tertuang melalui regulasi. Pengusaha kecil tidak dibiarkan bertarung sendiri dengan pemodal besar yang tentu selalu diuntungkan dalam mekanisme pasar bebas.

Saat ini 14 subsektor industri kreatif di Indonesia diperkirakan telah menyerap 5,4 juta tenaga kerja dengan kontribusi terhadap perekonomian diperkirakan mencapai sekitar Rp 112 triliun pada 2007. Sekali lagi, perlu diingat bahwa industri kreatif tumbuh dari usaha berskala kecil yang hampir semuanya dimotori orang muda.

Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengakui, pemerintah, dunia usaha, dan kalangan terdidik perlu bekerja sama lebih erat untuk membangun iklim kondusif bagi pengembangan ekonomi kreatif.

Hak kekayaan intelektual

Kerja sama dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan memastikan penguasaan kemampuan kreatif itu semakin meluas. Pengembangan industri kreatif juga memerlukan iklim lebih kondusif, antara lain terkait hak kekayaan intelektual dan fasilitas ruang publik.

Pengenalan dan apresiasi terhadap warisan budaya, insan kreatif, dan produk-produk kreatif juga perlu diperluas. Makin luas pengenalan dan apresiasi itu, akan makin luas pula pasar dan dukungan finansial bisa didapat pelaku industri kreatif.

Infrastruktur teknologi dan komunikasi pun mendesak terus diperkuat untuk mendukung pengembangan industri kreatif. Dukungan lain yang tak kalah penting adalah kemudahan akses permodalan, baik dari perbankan maupun lembaga keuangan nonbank bagi para pelaku industri ini.

Tidak sebatas anggaran

”Cetak biru pengembangan industri kreatif ini disusun dengan program aksi pada masing-masing departemen. Bantuan pemerintah untuk pengembangan industri kreatif tentu bukan sebatas anggaran untuk insentif, tetapi misalnya juga termasuk sosialisasi pada perbankan untuk mendukung pembiayaan pelaku industri kreatif dan pengembangan database,” ujar Mari.

Database yang mengidentifikasi pelaku industri kreatif itu rencananya disusun dan mulai dapat diakses secara luas pada 2009. Dengan database tersebut, dapat dibentuk jaringan kerja sama yang lebih luas antarpelaku industri kreatif.

Pendesain interior sebuah hotel, misalnya, diharapkan lebih mudah memanfaatkan produk kerajinan berbahan lokal dengan memanfaatkan database itu.

Tidak ada komentar: