Rabu, 28 Januari 2009

APBN Diubah demi Stimulus Daya Serap Rendah Menjadi Ancaman Serius Rabu, 28 Januari 2009 | 00:11 WIB Jakarta, Kompas - Untuk mengantisipasi memburukn


Daya Serap Rendah Menjadi Ancaman Serius

Jakarta, Kompas - Untuk mengantisipasi memburuknya krisis ekonomi global, APBN 2009 dirombak. Salah satu penyebab perombakan itu adalah adanya tambahan stimulus fiskal dari Rp 12,5 triliun menjadi Rp 71,3 triliun. Ini diharapkan bisa menekan daya rusak krisis ekonomi tersebut.

Demikian diungkapkan Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Jabatan Menteri Koordinator Perekonomian Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Selasa (27/1).

Rapat ini mengagendakan laporan pemerintah atas perubahan APBN 2009 yang terjadi karena adanya berbagai perubahan asumsi makroekonomi pascakrisis keuangan dunia pada Oktober 2008.

Menurut Sri Mulyani, total stimulus fiskal itu setara dengan 1,4 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Itu cukup memadai untuk menahan tekanan krisis ekonomi global karena diharapkan bisa menahan laju pengangguran terbuka pada tahun 2009.

Akibat krisis ekonomi, pengangguran terbuka akan mencapai 8,87 persen dari jumlah angkatan kerja yang mencapai 107 juta orang. Namun, dengan paket stimulus fiskal tersebut, pengangguran terbuka akan ditekan ke level 8,34 persen atau menciptakan 150.000 lapangan kerja baru.

Arah penggunaan stimulus fiskal ini adalah untuk meningkatkan daya beli masyarakat, meningkatkan daya saing dan daya tahan dunia usaha, serta meningkatkan belanja infrastruktur yang padat karya.

Subsidi harga

Peningkatan daya beli masyarakat diharapkan bisa tercapai melalui program subsidi harga obat generik, subsidi harga minyak goreng, dan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada beberapa produk akhir.

Adapun untuk peningkatan daya saing dan daya tahan dunia usaha, pemerintah memberikan pembebasan bea masuk; fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) badan; keringanan PPN; PPh Pasal 21 karyawan; potongan tarif listrik untuk industri; penurunan harga solar; pembiayaan usaha mikro, kecil, dan menengah melalui kredit usaha rakyat; dan jaminan ekspor.

Dalam meningkatkan belanja infrastruktur, stimulus diarahkan pada rehabilitasi jalan kabupaten, bandara, pelabuhan, jalan kereta api jalur ganda, pembangunan rumah susun sederhana sewa, pembangunan pasar, dan pembangunan gudang beras.

Anggota Komisi XI DPR, Dradjad H Wibowo, mengatakan, format stimulus tersebut mengkhawatirkan karena tingkat keberhasilannya sangat bergantung pada percepatan daya serap anggaran oleh para pengguna dana di kementerian, lembaga nondepartemen, dan pemerintah daerah. Padahal, pemerintah belum mampu menyelesaikan masalah lambatnya penyerapan anggaran.

Masih diperdebatkan

”Pemerintah harus mempertimbangkan bentuk stimulus yang diberikan, apakah lebih baik dengan memperbanyak pemangkasan pajak atau memperbesar kucuran dana. Ingat, di Amerika, masalah ini masih menjadi perdebatan,” ujar Dradjad.

Dalam paparannya, Sri Mulyani menyebutkan, akibat krisis ekonomi global, pendapatan, belanja, dan pembiayaan APBN harus diubah. Di sisi pendapatan, penerimaan perpajakan diperkirakan turun Rp 58,95 triliun. Begitu juga Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang terpangkas Rp 73,07 triliun. Keduanya menyebabkan penerimaan negara dalam APBN 2009 turun menjadi Rp 853,68 triliun dari target semula Rp 985,7 triliun.

Adapun anggaran belanja negara akan turun akibat berkurangnya subsidi sebesar Rp 43,54 triliun dan berkurangnya transfer ke daerah senilai Rp 16,9 triliun. Ini terutama akibat turunnya harga bahan bakar minyak dan patokan harga jual minyak mentah Indonesia dari 80 dollar AS per barrel menjadi 45 dollar AS per barrel.

”Dengan demikian, penerimaan negara akan berkurang Rp 132 triliun dan belanja negara akan dihemat Rp 53,2 triliun. Hal itu menyebabkan defisit naik Rp 51 triliun menjadi 2,5 persen terhadap PDB atau Rp 132 triliun,” tutur Sri Mulyani.

Anggaran pendidikan

Meski demikian, pemerintah tidak memangkas anggaran pendidikan yang ditetapkan Rp 207,4 triliun. Dengan demikian, persentase anggaran pendidikan terhadap total belanja negara telah melampaui amanat UUD 1945, yakni 20 persen. Sebab, total anggaran belanja negara berkurang dari Rp 1.037,1 triliun menjadi sekitar Rp 983,9 triliun.

Akibat perubahan asumsi nilai tukar rupiah dari Rp 9.400 per dollar AS menjadi Rp 11.000 per dollar AS, pemerintah harus menanggung peningkatan beban pembayaran bunga utang Rp 8,1 triliun.

”Kenaikan ini murni akibat depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS,” ungkap Sri Mulyani.

Meski demikian, pemerintah berencana menambah utang senilai Rp 38 triliun. Ini berasal dari pinjaman siaga yang bisa ditarik Indonesia jika pemerintah gagal memenuhi target penerbitan surat berharga negara. (OIN)

Tidak ada komentar: