Sabtu, 03 Januari 2009

Butuh Rp 300 Triliun

Kredit Perbankan Tahun 2009 Harus Tumbuh 20-22 Persen
Sabtu, 3 Januari 2009 | 00:58 WIB 

Jakarta, Kompas - Kredit perbankan sepanjang tahun 2009 diharapkan bisa mencapai Rp 300 triliun agar pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan pemerintah sebesar 4,5 persen bisa terwujud. Untuk mendorong penyaluran kredit sebesar itu diperlukan kondisi likuiditas yang lebih longgar dan penurunan suku bunga lebih lanjut.

Kepala Ekonom BNI Tony Prasetiantono, Jumat (2/1) di Jakarta, menjelaskan, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 4,5 persen dibutuhkan pembiayaan sekitar Rp 1.125 triliun. Itu dengan perkiraan nilai nominal produk domestik bruto (PDB) pada akhir 2008 sekitar Rp 5.000 triliun.

Sumber pembiayaan itu antara lain berasal dari kredit perbankan, investasi swasta dan asing, belanja pemerintah, dan utang luar negeri.

Dari total pembiayaan yang dibutuhkan, menurut Tony, kredit perbankan biasanya menyumbang sekitar 25 persen.

Dengan demikian, kredit perbankan yang dibutuhkan pada tahun 2009 sebesar Rp 250 triliun-Rp 300 triliun.

Ini berarti kredit tahun 2009 harus tumbuh sekitar 22 persen dibandingkan dengan tahun 2008. Adapun pertumbuhan kredit tahun 2008 diperkirakan 32 persen dibanding 2007.

Gubernur Bank Indonesia Boediono memperkirakan pertumbuhan kredit tahun 2009 berkisar 20-22 persen.

Laju kredit tahun 2009 bakal lebih lambat dibanding tahun 2008 karena permintaan diperkirakan menurun seiring terjadinya krisis ekonomi global.

Ketua Umum Perhimpunan Bank Umum Milik Negara (Himbara) Agus Martowardojo memperkirakan pertumbuhan kredit perbankan nasional tahun 2009 sekitar 20 persen.

Dalam situasi krisis seperti saat ini, kata Agus, perbankan cenderung mementingkan likuiditas ketimbang kredit. Saat ini, kredit dinilai lebih berisiko dibandingkan dengan masa sebelumnya.

Untuk mendorong bank mau menyalurkan kredit, maka kondisi likuiditas harus diperlonggar. Adapun untuk mendorong permintaan kredit, suku bunga kredit harus diturunkan.

Menurut Agus, bank juga harus memperkuat manajemen risiko agar kredit yang disalurkan tidak menjadi bermasalah atau macet.

Agus mengingatkan, jika kredit itu macet, itu akan menyulitkan. Perbankan harus menyediakan pencadangan yang berpotensi menggerus modal bank. (FAJ)

Tidak ada komentar: