Kamis, 01 Januari 2009

Kepala Daerah Harus Hati-hati dengan Upah

Jakarta, Kompas - Kepala daerah yang menetapkan upah minimum sekadar berdasarkan perhitungan politis harus berhati-hati pada tahun 2009.

Langkah mereka menaikkan upah minimum tanpa mempertimbangkan tingkat produktivitas secara komprehensif hanya akan menambah jumlah pengangguran. Investor yang tidak mampu menjalankan keputusan bakal hengkang ke daerah lain.

Praktik ini sudah terjadi secara bertahap dan relokasi industri ke daerah lain semakin sulit dihentikan. Pengamat ekonomi, Faisal Basri, mengungkapkan hal ini dalam ”Refleksi Akhir Tahun 30 Serikat Pekerja/Serikat Buruh” yang diselenggarakan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) di Jakarta, Selasa (30/12). Sedikitnya 60 tokoh serikat buruh/serikat pekerja membahas isu ketenagakerjaan tahun 2008 dan 2009.

”Secara keseluruhan, upah minimum naik itu baik, tetapi per provinsi itu sulit. Industri di Banten pindah ke Sukabumi yang upah minimumnya lebih rendah. Buruh pabrik itu yang kemudian menjadi korban karena mereka jadi pengangguran,” katanya.

Berdasarkan data Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, upah minimum di DKI tahun 2009 sebesar Rp 1.069.865, Banten Rp 917.500, Jawa Barat Rp 628.191,15, dan Yogyakarta Rp 700.000.

Untuk Provinsi Banten, upah minimum Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang sempat direvisi. Upah minimum Kabupaten Tangerang direvisi dari Rp 1.044.500 menjadi Rp 1.055.000, sedangkan Kota Tangerang dari Rp 1.054.669 menjadi Rp 1.064.500.

Akan tetapi, Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timbul Siregar sempat melontarkan dalil lain. Menurut dia, upah minimum tinggi belum tentu memicu pengangguran. Bisa saja angka pengangguran meningkat karena arus urbanisasi pencari kerja dari desa ke kota karena tertarik upah minimum.

Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi Pertambangan, Minyak Gas Bumi dan Umum (FSP-Kem) Sjaiful DP menambahkan, masih banyak pemahaman keliru terhadap upah minimum. Menurut dia, upah minimum adalah jaring pengaman, bukan standar upah setempat.

Terhadap hal itu, Faisal menjelaskan, upah minimum bukan jaring pengaman atau standar. Menurut Faisal, daerah dengan upah minimum tinggi mencatat angka pengangguran yang tinggi pula. Misalnya, Banten dengan angka pengangguran lebih dari 15 persen tahun 2007 dan Jawa Barat yang melebihi 10 persen.

Sebaiknya kepala daerah berkonsentrasi menyediakan lahan untuk perumahan di dekat sentra industri sehingga pekerja bisa menghemat biaya transportasi. Dengan cara ini, buruh akan lebih sejahtera karena memiliki kelebihan dana untuk ditabung.

Langkah tersebut dinilai lebih berpihak kepada buruh ketimbang memutuskan kebijakan populis yang efeknya malah mempersempit lapangan kerja baru. (ham)

Tidak ada komentar: