Senin, 10 Agustus 2009

Retribusi Daerah Dibatasi 30 Jenis Pemerintah Pusat Bisa Intervensi

Senin, 10 Agustus 2009 | 04:15 WIB

Jakarta, Kompas - Hanya 30 jenis retribusi yang boleh dipungut oleh pemerintah daerah. Jenis retribusi yang tidak sesuai dengan daftar pada Rancangan Undang-Undang Pajak dan Retribusi Daerah wajib dihapus. Ketentuan ini ditetapkan agar iklim investasi dapat berkembang.

Menurut Ketua Panitia Khusus RUU PDRD Harry Azhar Azis di Jakarta, akhir pekan lalu, semua fraksi di DPR menyetujui Rancangan Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (RUU PDRD) dilaporkan ke sidang paripurna DPR dan disahkan sebagai UU.

Selain menetapkan hanya 30 jenis retribusi, RUU tersebut juga menetapkan hanya 5 jenis pajak yang bisa diberlakukan di tingkat provinsi, serta 11 pajak di tingkat kabupaten atau kota.

RUU PDRD membagi obyek retribusi menjadi tiga kelompok, yaitu jasa umum, jasa usaha, dan perizinan tertentu.

Retribusi atas jasa umum ada 14 jenis, yaitu retribusi pelayanan kesehatan; pelayanan persampahan atau kebersihan; penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk; pengurusan akta catatan sipil; pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat; serta retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum.

Selain itu, ada juga retribusi untuk pelayanan pasar; pengujian kendaraan bermotor; pemeriksaan alat pemadam kebakaran; penggantian biaya cetak peta; penyediaan dan atau penyedotan kakus; pengolahan limbah cair; pelayanan tera atau tera ulang; pelayanan pendidikan; serta retribusi pengendalian menara telekomunikasi.

Adapun retribusi untuk jasa usaha ada 11 jenis, yaitu retribusi pemakaian kekayaan daerah, retribusi pasar grosir dan atau pertokoan; tempat pelelangan; terminal; tempat khusus parkir; retribusi penginapan, pesanggrahan atau vila.

Ada pula retribusi rumah potong hewan; pelayanan kepelabuhanan; tempat rekreasi dan olahraga; penyeberangan di air; serta retribusi penjualan produksi usaha daerah.

Perizinan tertentu ada lima jenis retribusi, yaitu retribusi izin mendirikan bangunan; izin tempat penjualan minuman beralkohol; izin gangguan; izin trayek; dan retribusi izin usaha perikanan. ”Dengan batasan itu, tidak ada lagi retribusi di luar 30 jenis. Sistem yang berlaku close list (daftar tertutup),” kata Harry.

Ketua Komite Tetap Perdagangan Dalam Negeri Kadin Indonesia Bambang Soesatyo mengingatkan agar kebijakan perpajakan daerah tidak mereduksi daya beli masyarakat.

Beberapa pajak daerah yang ada di RUU PDRD bisa menekan daya beli dan pertumbuhan konsumsi masyarakat. ”Contoh, pembebanan maksimal tarif pajak hiburan hingga 75 persen dan pajak progresif kendaraan bermotor. Itu secara tidak langsung menahan masyarakat kelas menengah atas membelanjakan pendapatannya,” ujar Bambang.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan Anggito Abimanyu menegaskan, pemerintah pusat bisa mengintervensi besaran tarif pajak daerah pada jenis Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. Intervensi dilakukan jika harga jual minyak mentah Indonesia (ICP) melonjak 30 persen, dari asumsi yang ditetapkan dalam APBN.

Jika ICP bertambah mahal 30 persen, pemerintah bisa menerbitkan peraturan presiden yang membatalkan seluruh tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor yang ditetapkan pemerintah provinsi. Hal itu karena

setiap kenaikan ICP akan menambah dana bagi hasil yang diterima daerah. Dalam RUU PDRD, tarif pajak bahan bakar kendaraan maksimal 10 persen pada kendaraan pribadi dan 5 persen untuk angkutan umum. (OIN)

Tidak ada komentar: